Saturday, April 28, 2018

ETNISITAS VS NASIONALISME







ETNISITAS VS NASIONALISME

Sisi negatif nasionalisme dalam Hans Peter (2005) terdapat empat bagian yaitu:
Pertama, dengan adanya rasa nasionalisme beberapa kelompok rela memperebutkan sesuatu atas nama tanah air, dan terkadang rasa nasionalisme juga memunculkan rasa cinta secara berlebihan (Chauvinisme). Sebagai contoh seorang Adolf Hitler mantan ketua partai Nazi, yang menganggap bahwa hanya negara dan bangsanya yang paling unggul jika dibandingkan dengan negara dan bangsa lainnya. Kedua, sekalipun nasionalisme tidak menggunakan konfrontasi militer, namun nasionalisme bisa menjadi hambatan bagi sebuah negara dalam menjalin kerjasama dengan negara lain. Ketiga, rasa nasionalisme yang berlebihan juga akan merusak hubungan antara politik dan ekonomi suatu negara. Oleh karenanya, nasionalisme bisa mendorong adanya sebuah kerusakan negara sehingga mampu menggoyahkan stabilitas hubungan aspek ekonomi dan politik yang berkelanjutan. Keempat, jika nasionalisme tumbuh dalam sebuah negara yang dipimpin oleh pemerintahan yang diktator, maka bisa mendorong rakyatnya melakukan pemberontakan atau nationalism movement. Ketidaksamaan pendapat atau mungkin perbedaan ideologi ditambah dengan besarnya rasa nasionalisme bisa menyebabkan suatu masyarakat memilih untuk lepas dari kedauatan  dan ikatan sebuah negara.
Nasionalisme memiliki banyak dampak positif, namun jika disalahartikan dapat justru dapat berdampak negatif, seperti yang telah dipaparkan di atas. Nasionalisme yang berlebih, terlalu menyanjung agungkan etnisnya sendiri sehingga merendahkan dan ingin menyingkirkan etnis yang lain, itu merupakan sikap nasionalisme yang tidak pada tatanannya. Dalam sejarah pernah tercatat Nasionalisme yang bertentangan dengan Etnisitas, yang pada akhirnya berakhir pada pemberontakan dan juga penindasan terhadap etnis tertentu.  Benito Mussolini dan Adolf Hilter, merupakan kedua tokoh yang begitu mengagungkan bangsa sendiri, Abdolf hilter begitu membenci orang yahudi, dan ia ingin mengusir etnis yahudi yang ada di jerman.

Nasionalisme memang dapat berdampak positif maupun negatif. Positif ketika nasionalisme mampu membawa warga negara dalam sebuah integrasi atau persatuan, dan akan negatif jika nasionalisme membuat warga negara menjadi idealis dan menganggap rendah warga negara lain yang akan berakhir pada disintegrasi.

Saat ini sebagian besar konflik yang tengah berkembang di Indonesia adalah etnisitas yang seringkali membawa serta atribut agama. Ada suatu etnik yang yang mayoritas memeluk agama tertentu sehingga konflik etnis seolah-olah menjadi konflik agama juga, Saat ini  penyebab utamanya adalah diakibatkan oleh perasaan-perasaan etnisitas dan nasionalisme yang sering kali diawali oleh marginalisasi, baik marginalisasi secara politik atau ekonomise. Seperti halnya yang terjadi di Ambon, sebagai contoh konflik etnis-etnis yang ada di Indonesia merefleksikan hal ini di mana konflik etnis dibalut dengan isu agama. Sebagai akibatnya, konflik tidak lagi melibatkan dua atau lebih etnik, tetapi juga menyulut sentimen agama.
Konflik etnik menurut winarno (2014) disebabkan oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut:
Pertama, munculnya etnosentrisme. Konsep etnosentrisme seringkali dipakai secara bersama-sama dengan rasisme. Definisi konsep ini mewakili sebuah pengertian bahwa setiap kelompok etnik atau ras mempunyai semangat kelompoknyalah yang paling superior jika dibandingkan dengan kelompok lain, sehingga muncul sebuah sentimen anggapan etnik lain lebih rendah ketimbang etniknya sendiri. Kedua, keabsahan teritorial. Khususnya bagi kelompok etnik “pendatang” yang mendiami wilayah bangsa lain. Kelompok etnik “asli” bisa melakukan tindakan pembersihan (ethnic cleansing) bagi etnik “pendatang” karena ingin agar wilayah bangsa mereka hanya ditempati oleh keturunan asli bangsa tersebut. Hal ini nyata terjadi seperti yang dialami oleh orang-orang Hungaria di Rumania, Tamil di Sri Langka, dan juga apa yang terjadi dengan orang kulit putih di Afrika Selatan. Ketiga, adanya streotipe negatif yang muncul terhadap salah satu atau beberapa etnik tertentu yang diwariskan secara turun temurun sehingga menciptakan citra atau image dari etnik tersebut selalu buruk. Sebagai contoh, seperti apa yang terjadi dengan keturunan etnik China dan keturunan asli di Tangerang. Etnik China mengganggap masyarakat keturunan asli Tangerang sebagai orang yang pemalas, bodoh dan tidak bisa menggunakan kesempatan baik yang datang, sementara itu keturunan etnik China dianggap sebagai golongan yang mau untungnya sendiri tanpa melihat halal atau haram. Keempat, adanya deskriminasi yang terjadi terhadap kelompok etnik tertentu sehingga menimbulkan prasangka ketidakadilan, sebagai contohnya seperti deskriminasi yang terjadi dalam jajaran pemerintahan, organisasi, pendidikan dan lain sebagainya. Kelima, adanya ancaman yang muncul dari etnik lain sehingga memicu terjadinya konflik. Keenam, adanya kesenjangan sosial yang terjadi antaretnik, sangat rentan terjadi pada negara dengan multi-etnik. Ketujuh, adanya provokasi dari pihak lain, sepertiadanya pihak yang diuntungkan sehingga sangat mudah melakukan propaganda untuk mendapatkan keuntungan. Kedelapan, banyaknya negara yang belum memiliki ketentuan hukum yang pasti dan memadai dalam melindungi hak-hak kelompok etnikyang minoritas. Bahkan negara-negara yang sudah memiliki ketentuan hukum tersebut, pada tahapan pelaksanaannya (enforcement) juga masih mengalami berbagai hambatan dan kendala sehingga konflik tetap terjadi.

ETNISITAS DAN NASIONALISME

Nasionalisme pada hakikatnya tidak bisa dipisahkan dari konsep etnik. Nasionalisme yang mengusung tema nation atau bangsa, sehingga pada suatu bangsa tidak dapat lepas dari anggota masyarakat yang majemuk dan yang beretnik. Secara garis besar, etnik memiliki sebuah pengertian yaitu sebagai suatu komunitas manusia yang memiliki nama, dan yang tinggal di satu tanah air, yang dibangun berdasarkan persamaan nasip, memiliki unsur-unsur budaya yang sama, dan yang dibangun serta dijaga dengan rasa solidaritas dalam ikatan komunitas.

Suatu bangsa biasanya memiliki banyak etnik, termasuk juga bangsa Indonesia
.Sangat jarang bahkan hampir tidak ada bangsa yang hanya memiliki satu kesatuan etnik saja. Contohnya saja Bangsa jepang, yang begitu terkenal dengan suku ainu, sehingga orang lain akan menganggap bahwa bangsa Jepang hanya memiliki suku yang homogen, padahal lebih dari itu, bangsa jepang juga emiliki etnis yang beragam.

Etnisitas dan Nasionalisme penting untuk bersatu jika menginginkan negara yang makmur dan maju
Nasionalisme memiliki beberapa bentuk-bentuk menurut  Retno Listyarti (2007 :28) antara lain :    
1. Nasionalisme kewarganegaraan (nasionalisme sipil) adalah nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari partisipasi aktif rakyatnya. Keanggotaan suatu bangsa bersifat sukarela. Bentuk nasionalisme ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan tulisannya.
2   2.    Nasionalisme etnis atau etnonasionalisme adalah dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Keanggotaan suatu bangsa bersifat turun-temurun.
     3. Nasionalisme romatik adalah bentuk nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik sebagai suatu yang alamiah dan merupakan eksprresi dari bansa atau ras. Nasionalisme romantik menitik beratkan pada budaya etnis yang sesuai dengan idealisme romantik
    4. Nasionalisme budaya adalah nasionalisme dimana negara meperoeh kebenaran politik dari budaya bersama dan tidak bersifat turun-temurun seperti warna kulit
   5. Nasionalisme kenegaraan adalah merupakan variasi nasionalisme kewarganegaraan yang sering dikombinasikan dengan nasionalisme etnis . Dalam nasionaalisme kenegaraan bangsa adalah suatu komonitas yang memberikan kontribusi terhadap pemeliharaan dan kekuatan negara. 6
   6.  Nasionalisme agama adalah nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama.
Dilihat dari pemaparan Retno Listyarti yang telah dijabarkan di atas etnisitas dan Nasionalisme merupakan kedua hal yang tidak dapat dipisahkan, budaya asal atau etnis sebuah masyarakat merupakan politik yang penting bagi berdirinya suatu negara dan  Keanggotaan suatu bangsa bersifat turun-temurun.

ETNISITAS WITH NASIONALISME

Pada hakikatnya nasionalisme di era globalisasi sekarang ini mengalami pergeseran makna seiring dengan perkembangan zaman. Nasionalisme yang muncul saat ini lebih menekankan pada bagaimana paham nasionalisme mampu menghadapi perubahan-perubahan global yang terjadi akibat proses globalisasi berlangsung sangat cepat dan terjadi dalam skala yang luas dan mendalam.
Faktor penyebab munculnya nasionalisme di era globalisasi menurut Budi Winarno (2014) bisa dikelompokkan menjadi dua bagian, yakni faktor internal dan faktor eksternal. Pertama, faktor internal meliputi: (a) munculnya rasa saling memiliki sebagai bagian dari suatu bangsa; (b) kebanggaan terhadap sejarah kejayaan di masa lampau; (c) adanya keberagaman yang memunculkan semangat untuk membentuk identitas bersama. Kedua, faktor eksternal meliputi: (a) adanya imperialisme ekonomi dari negara-negara maju, khususnya negara Barat terhadap negara-negara dunia ketiga melalui liberalisasi dan privatisasi; (b) adanya ancaman dari pihak luar, berupa masalah terotorial seperti kasus Ambalat, permasalahan HAM, pelecehan yang dilakukan negara lain (seperti pemaksaan ideologi, pelecehan kedaulatan, klaim budaya dan bahasa); (c) munculnya keinginan untuk melindungi kebudayaan lokal terhadap pengaruh modernisasi
Berdasarkan pemaparan di atas, bahwa nasionalisme itu sangat penting untuk melindungi etnisitas bangsa di era globalisasi saat ini, karena banyaknya gempuran dari luar yang dapat mengikis nilai-nilai bangsa.

Nasionalisme with etnisitas di Indonesia dapat disatukan dalam Bhineka tunggal ika. Bhinneka Tunggal Ika merupakan representasi dari kesatuan geobudaya, dalam artian keanekaragaman agama, ideologis, suku-bangsa dan bahasa, dan, apalagi, geografis di Indonesia, yang terbentang sangat luas dan berpulau-pulau. Oleh sebab itu, Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan, yang terdiri dari 17.200 pulau, 300 etnis mayoritas dan minoritas yang kemudian berdampak pada keanekaragaman bahasa dari etnis-etnis yang terbesar dalam untaian pulau-pulau (Rahman, 2010).

Keberagaman Indonesia merupakan entitas yang menyatu dalam semangat Bhinneka Tunggal Ika sehingga akan tumbuh jiwa yang nasionalis di seluruh masyarakat Indonesia, keberadaan multietnis bukan penghalang untuk menjadi Negara yang solid, kuat, dan selalu bersatu. Nasionalisme dengan etnisitas juga harus dibungkus dengan kesatuan dalam masyarakat yang madani, beranekaragam tetapi dapat hidup berdampingan dengan damai antara satu sama lain.

Dalam tulisan Parsudi Suparlan, yang berjudul Bhinneka Tunggal Ika: Keanekaragaman Suku Bangsa atau Kebudayaa?, yang disampaikan dalam Seminar “Menuju Indinesia Baru; Dari Masyarakat Majemuk ke Masyarakat Multicultural, yang diadakan oleh Perhimpunan Indonesia Baru dan Asosiasi Antropologi Indonesia, di Yogyakarta, 16 Agustus 2001. Ia menyatakan bahwa penekanan corak masyarakat majemuk atau Bhinneka Tunggal Ika Indonesia didasarkan pada kesukubangsaan yang mengacu pada kelompok-kelompok atau masyarakat-masyarakat sububangsa dengan masing-masing. Konsepsi tersebut menunjukkan bahwa Indonesia yang terdiri dari keanekaragaman sukubangsa membuat Bhinneka Tunggal Ika menjadi pondasi untuk mempersatukan semua hal tersebut.


ETNISITAS BERHUBUNGAN DENGAN NASIONALISME

Etnisitas berhubungan dengan nasionalisme, hubungan tersebut dapat menjadi hubungan yang positif namun juga dapat pula menjadi negatif. Pada mulanya unsur-unsur pokok nasionalisme itu terdiri atas persamaan- persamaan misalnya persamaan suku bangsa, daerah tempat tinggal, persamaan darah (keturunan), kepercayaan agama, bahasa dan kebudayaan. Nasionalisme pada sekelompok orang juga akan muncul ketika suatu kelompok suku yang hidup di suatu wilayah tertentu dan masih bersifat primordial berhadapan dengan kelompok-kelompok manusia yang berasal dari luar wilayah kehidupan mereka. dengan begitu rasa solidaritas dan nasionalisme sesama anggota kelompok akan semakin kuat meski mereka berasal dari etnis yang berbeda., dan itu merupakan sebagai dampak positif dari Nasionalisme. Nasionalisme pada satu sisi menjadi positif yaitu sebagai pemersatu, dan menjadi kekuatan progresif untuk para penganutnya untuk mempertahankan kelompok mereka dari berbagai ancaman dari luar. Tapi disisi lain, nasionalisme juga dapat berdampak negatif, karena dapat menjadi batasan antara kelompok manusia, seperti yang pernah kita saksikan, misalnya nasionalisme jepang dan nasionalisme Amerika Serikat dapat menjadikan kedua negara tersebut berperang dalam perang asia timur raya.

Dalam Anderson 1999 menjelaskan bahwa bagaimana nasionalisme terbangun berdasarkan kesadaran yang terbangun dari sejumlah kaum yang kemudian bersatu. Atas dasar nasionalisme tersebut mereka membentuk entitas politik yang tidak terbayangkan sebelumnya. Masing-masing kaum yang pada awalnya tidak saling mengenal atau tidak punya keterkaitan historis maupun kultural dengan yang lainnya, membentuk sebuah ikatan politis yang bersifat terbatas dan mengikat, namun mengukuhkan kedaulatannya sebagai sebuah bangsa.

Etnisitas berhubungan dengan nasionalisme, hal tersebut dapat kita saksikan dalam sejarah bangsa Indonesia. Kesadaran kebangsaan Indonesia justru berawal dari gerakan-gerakan etnonasionalime di nusantara yang memiliki keinginan untuk bersama, dan memiliki satu cita-cita dan tujuan yang sama, sehingga antar etnis bersatu dan membentuk satu rasa nasionalisme dalam bingkai negara Indonesia.
Di sini Anderson mempersepsikan nasionalisme sebagai wujud hasil budaya dari sebuah komunitas, untuk memahaminya harus dilihat bagaimana rasa kebersamaan dalam bingkai nasionalisme dapat muncul secara historis. Nasionalisme muncul sebagai hasil akulturasi berbagai kekuatan historis beberapa kaum, lalu diikat dengan sebuah ideologi kesadaran masing-masing kaum bahwa akan adanya sebuah rasa kepentingan bersama, dan akhirnya dibentuk suatu tatanan politis sebagai simbol persatuan sebuah komunitas baru tersebut. Kemudian semua kaum dalam bangsa itu hidup sebuah bayangan tentang kebersamaan mereka.

Konteks nasionalisme Indonesia tidak berjalan sesuai dengan kehendak ideal dari nasionalisme itu sendiri. Dalam meredam hal tersebut, seharusnya rakyat diberikan perangkat hak untuk mengembangkan kebudayaan dan identitasnya, dengan penekanan pada penghargaan yang tinggi atas budaya dan identitas yang berbeda dengannya. Sehingga pemberian hak itu tidak disertai dengan munculnya primordialitas baru. Dalam kondisi inilah nasionalisme rawan menimbulkan perpecahan yang pada gilirannya meninggalkan cita-citanya untuk bersatu (Hamzah, 2011)

  


DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Benedict, 1999, Komunitas-Komunitas Imaginer: Renungan tentang Asal-usul dan Penyebaran Nasionalisme, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar & Insist Press), halaman v
Demokrasi dan Kesejahteraan, Jakarta: Hastra Mitra-Institute for Global Justice, hal. 4
Hamzah, Fahri, 2011, Negara, Pasar dan Rakyat: Pencarian Makna, Relevansi dan Tujuan, (Jakarta: Faham Indonesia), halaman 93.
Hans Peter Martin dan Harald Schumann, 2005. Jebakan Global: Serangan Terhadap
Rahman, H. Darmawan M, dkk. Makna Bhinneka Tunggal Ika sebagai Perekat Kembali Budaya Ke-Indonesia-an. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2010.
Retno Listyarti. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Esis. Jakarta.
Winarno, Budi. 2014. Dinamika Isu-Isu Global Kontemporer. Yogyakarta: Center of Academic Publishing Service (CAPS)





No comments:

Post a Comment

loading...