2.3. SEJARAH
2.4.1. Prasejarah
Sisa-sisa arkeologis ditemukan di Malaysia Barat,
Sabah,
dan Sarawak.
Semang
memiliki leluhur jauh di Semenanjung Malaya, merujuk pada pemukiman pertama
dari Afrika,
lebih dari 50.000 tahun lalu. Senoi
muncul sebagai kelompok campuran, dengan hampir separo silsilah dari garis ibu
moyang Semang dan separonya lagi Indocina.
Ini bersesuaian dengan dugaan bahwa mereka mewakili keturunan penutur
Austronesia kuno, kaum tani, yang membawa bahasa dan teknologi mereka ke bagian
selatan semenanjung kira-kira 5.000 tahun lalu dan menyatu dengan penduduk
asli. Manusia Proto Melayu lebih beraneka ragam, dan meskipun mereka
menunjukkan beberapa kaitan dengan Asia Tenggara kepulauan, beberapa di
antaranya juga memiliki leluhur di Indocina dari zaman Last Glacial Maximum,
diikuti oleh penyebaran Holosen-dini melalui Semenanjung Malaya ke Asia
Tenggara kepulauan.
2.4.2. Sejarah Dini
Semenanjung Malaya
berkembang sebagai pusat perdagangan utama di Asia Tenggara,
karena berkembangnya perdagangan antara Cina
dan India dan negara lainnya
melalui Selat Malaka
yang sibuk. Claudius Ptolemaeus
menunjukkan Semenanjung Malaya pada peta dininya dengan label yang berarti
"Golden Chersonese",
Selat Malaka ditulis sebagai "Sinus Sabaricus". Dari
pertengahan hingga akhir milenium pertama, sebagian besar semenanjung,
begitupun Nusantara
berada di bawah pengaruh Sriwijaya.
Terdapat banyak kerajaan Cina dan
India pada abad ke-2 dan ke-3 Masehi—sebanyak
30 buah menurut sumber Cina. Kedah—dikenal sebagai Kedaram, Cheh-Cha (menurut
I-Ching), atau Kataha di dalam tulisan Palawa
atau bahasa Sanskerta kuno—berada di jalur serbuan pedagang
dan raja India. RajendraChola,
KaisarTamilkuno yang diduga berada di
sekitar Kota Gelanggi,
menjadikan Kedah tunduk pada 1025, tetapi penggantinya, Vira Rajendra Chola,
harus melumpuhkan pemberontakan Kedah untuk mengatasi para penyerbu. Kedatangan
Chola berhasil meredam keagungan Sriwijaya,
yang memberi pengaruh besar kepada Kedah dan Pattani
bahkan sampai ke Ligor.
Pada permulaan abad ke-15, Kesultanan Melaka
didirikan di bawah sebuah dinasti yang didirikan oleh Parameswara,
pangeran dari Palembang, Indonesia, di dalam
kekaisaran Sriwijaya. Penaklukan memaksa dia dan pendukungnya melarikan diri
dari Palembang. Parameswara berlayar ke Temasek
untuk menghindari penganiayaan dan tiba di bawah perlindungan Temagi,
seorang penghulu Melayu dari Pattani
yang ditunjuk oleh Raja Siam
sebagai bupati
Temasek. Beberapa hari kemudian, Parameswara membunuh Temagi dan mengangkat
dirinya sendiri sebagai bupati.
Pada 1511, Melaka ditaklukkan oleh Portugal,
yang mendirikan sebuah koloni di sana; maka berakhirlah Kesultanan Melaka.
Tetapi, Sultan
terakhir melarikan diri ke Kampar,
Riau,
Sumatera
dan meninggal di sana. Putera-putera Sultan Melaka terakhir mendirikan dua
kesultanan di tempat lain di semenanjung & mdash; Kesultanan Perak
di utara, dan Kesultanan Johor (mulanya kelanjutan
kesultanan Melaka
kuno) di selatan. Setelah jatuhnya Melaka, tiga negara berjuang menguasai Selat Malaka:
Portugis (di Melaka), Kesultanan Johor, dan Kesultanan Aceh.
Konflik ini berlangsung sampai tahun 1641, ketika Belanda
(bersekutu dengan Kesultanan Johor) untuk merebut Melaka.
Kerajaan ini merupakan kelanjutan
dari Kesultanan Malaka tua, tapi sekarang
dikenal dengan nama Kesultanan Johor,
yang masih ada sampai sekarang. Setelah jatuhnya Melaka,
tiga negara berebut untuk mengambil kontrol Selat Malaka:
Portugis
(di Malaka), Kesultanan Johor, dan Kesultanan Aceh;
dan peperangan berakhir pada 1641,
ketika Belanda
(bersekutu dengan Kesultanan Johor) merebut Malaka.
2.4.3. Mendaratnya Britania
Britania Raya
mendirikan koloni pertamanya di Semenanjung Malaya pada 1786, dengan penyewaan
pulau Penang
kepada Perusahaan Hindia Timur Britania
oleh Sultan Kedah. Pada 1824, Britania Raya menguasai Melaka setelah
ditandatanganinya Traktat London atau Perjanjian
Britania-Belanda 1824 yang membagi kepemilikan Nusantara
kepada Britania dan Belanda, Malaya untuk Britania, dan Indonesia
untuk Belanda.[36]
Pada 1826, Britania mendirikan Koloni Mahkota
di Negeri-Negeri Selat, menyatukan
kepemilikannya di Malaya: Penang,
Melaka,
Singapura,
dan pulau Labuan.
Penang yang didirikan pada 1786
oleh Kapten Francis Light
sebagai pos komersial dianugerahkan oleh Sultan Kedah.
Negeri-Negeri Selat mulanya diurus di bawah British East India Company
di Kalkuta,
sebelum Penang, dan kemudian Singapura menjadi pusat pengurusan koloni mahkota,
hingga 1867, ketika tanggung jawab pengurusan dialihkan kepada Kantor Kolonial
di London.
Lima negeri lainnya di semenanjung,
dikenal sebagai Negeri-negeri Melayu
Bersekutu, tidak diperintah langsung dari London, juga
menerima para penasihat Britania di penghujung abad ke-20. Empat dari lima
negeri itu: Perlis,
Kedah,
Kelantan,
dan Terengganu
sebelumnya dikuasai Siam.
Negeri yang tidak bersekutu lainnya, Johor,
satu-satunya negeri yang memelihara kemerdekaannya di sebagian besar abad
ke-19.
2.4.4. Setelah Kemerdekaan
Kemerdekaan Malaya,
Pulau Pinang
dan Malaka dicapai pada 31 Agustus1957
dengan nama Federasi Malaya. Singapura masih
berada di bawah kekuasaan Britania Raya pada saat itu karena letaknya yang
stategis. Pada 16 September1963,
Federasi Malaya bersama-sama dengan koloni mahkota Britania, yaitu Sabah
(Borneo Utara), Sarawak,
dan Singapura,
membentuk Malaysia. Kesultanan Brunei,
meski mulanya berminat menggabungi Federasi, menarik kembali rencana penyatuan
itu karena adanya penentangan dari sebagian penduduk, juga dalih tentang
pembayaran royalti minyak dan status Sultan di dalam perencanaan penyatuan.
Tahun-tahun permulaan pembentukan
atau kemerdekaan diganggu oleh konflik dengan Indonesia
yang dicetuskan oleh Soekarno
melalui Dwikora karena ketidak
sesuaian dengan laporan Sekretaris Jenderal PBB menyangkut pelanggaran Manila Accord dalam pembentukan
Malaysia, Dalam perjalanan federasi ini kemudiaan diikuti dengan keluarnya
Singapura pada 1965 karena kembali adanya ketidak sesuaian dengan Perjanjian
Pembentukan Malaysia dengan dipicu oleh politik diskriminasi, dan
pertikaian antar-ras di dalam Insiden 13 Mei
pada 1969. Filipina
juga membuat pengakuan aktif terhadap Sabah dengan penyelesaian damai pada
periode itu berdasarkan penyerahan sebagian wilayah Kesultanan Brunei, yakni
bagian timur-utara kepada Kesultanan Sulu
pada 1704. Pengakuan atas wilayah ini masih dilanjutkan hingga saat ini oleh
pihak Filipina.
Di antara tahun 1980-an dan
pertengahan 1990-an, Malaysia mengalami pertumbuhan ekonomi yang berarti di
bawah kepemimpinan perdana menteri keempat, Dr. Mahathir Mohamad.
Pada periode ini Malaysia mengalami lompatan dari ekonomi berbasis pertanian ke
ekonomi berbasis manufaktur dan industri (terutama bidang komputer dan
elektronika rumahan). Pada periode ini juga, bentang darat Malaysia berubah
dengan tumbuhnya beraneka mega-projek. Projek paling terkemuka adalah Menara Kembar Petronas (sempat menjadi
gedung tertinggi di dunia), Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur (KLIA), Jalan Tol
Utara-Selatan, Sirkuit F1 Sepang, Multimedia Super
Corridor (MSC), bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air Bakun, dan Putrajaya,
pusat pemerintahan persekutuan baru.
Pada penghujung 1990-an, Malaysia
diguncang oleh Krisis finansial Asia 1997, juga
tidak stabilnya politik yang disebabkan oleh penahanan Wakil Perdana Menteri
Dato' Seri Anwar Ibrahim. Terdapat pula
tentangan dari kaum sosialis
dan reformis,
sampai kepada upaya pembentukan negara Islam.
Pada 2003, Dr Mahathir, perdana menteri Malaysia yang paling lama menjabat,
mundur dan digantikan oleh wakilnya, Abdullah Ahmad Badawi. Pemerintahan
baru mengadvokasikan pandangan moderat negara Islam yang didefinisikan oleh Islam Hadhari.
Pada November 2007, Malaysia digoyang oleh dua unjuk rasa anti-pemerintah.
Unjuk rasa Bersih 2007 sejumlah 40.000 orang dilaksanakan di Kuala Lumpur pada
10 November menganjurkan reformasi daerah pemilihan. Itu dipicu oleh
dugaan-dugaan korupsi dan ketidaksesuaian di dalam sistem pemilihan di Malaysia
yang condong kepada partai politik yang sedang berkuasa, Barisan Nasional,
yang selalu memerintah Malaysia sejak kemerdekaan 1957. Unjuk rasa lainnya
dilakukan pada 25 November di ibukota Malaysia dan dipimpin oleh HINDRAF
(Hindu Right Action Force).
No comments:
Post a Comment