1. Faktor Fisika Lingkungan
Laut Faktor-faktor fisika yang terdapat di
lingkungan laut meliputi suhu air, kecerahan/kekeruhan, kecepatan arus,
gelombang, dan pasang surut (pasut) air laut.
Suhu
Suhu adalah ukuran energi gerakan molekul.
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses
kehidupan dan penyebaran organisme. Proses metabolisme hanya berfungsi di dalam
kisaran suhu yang relatif sempit, biasanya antara 0 – 40 0C, tetapi ada juga
organisme yang mampu mentolerir suhu sedikit di atas dan sedikit di bawah
batas-batas tersebut, misalnya ganggang hijau-biru yang hidup pada suhu 85 0C
di sumber air panas. Kebanyakan organisme laut telah mengalami adaptasi untuk
hidup dan berkembang biak dalam kisaran suhu yang lebih sempit daripada kisaran
total 0 – 40 0C. Sebaran suhu secara menegak (vertikal) diperairan Indonesia
terbagi atas tiga lapisan, yakni: a. Lapisan hangat di bagian teratas
(epilimnion), dimana pada lapisan ini gradien suhu berubah secara perlahan. b.
Lapisan termoklin, yaitu lapisan dimana gradien suhu berubah secara cepat
sesuai dengan pertambahan kedalaman. Pada lapisan termoklin memiliki ciri
gradien suhu yaitu perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1ºC untuk setiap
pertambahan kedalaman satu meter (Nontji,1987). c. Lapisan dingin di bawah
lapisan termoklin (hipolimnion), dimana suhu air laut konstan sebesar 4ºC.
Suhu merupakan faktor fisika yang sangat
penting bagi suatu habitat. Kenaikan suhu akan mempercepat reaksi-reaksi
kimiawi, menurut hukum Van’t Hoff kenaikan suhu 10°C melipat duakan kecepatan
reaksi, walaupun hukum ini tidak selalu berlaku (Nybakken, 1992). Perubahan
suhu pada daerah tropis relatif stabil karena cahaya matahari lebih banyak mengenai
daerah ekuator dibanding daerah kutub. Hal ini dikarenakan cahaya matahari yang
merambat melalui atmosfer banyak kehilangan panas sebelum cahaya tersebut
mencapai kutub. Suhu di lautan kemungkinan berkisar antara -1.87°C (titik beku
air laut) di daerah kutub sampai maksimum sekitar 42°C di daerah perairan
dangkal (Hutabarat dan Evans, 1986). Suhu air permukaan diperairan Indonesia
umumnya berkisar antara 28-31oC. Dilokasi dimana penaikan air (upwelling)
terjadi, misalnya di Laut Banda, suhu air permukaan dapat turun sampai sekitar
25oC ini disebabkan karena air yang dingin pada lapisan bawah terangkat ke
atas. Suhu air didekat pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada yang di
lepas pantai. Pantai laguna yang dangkal atau cekungan air yang tertangkap
ketika air surut, suhu air mencapai lebih dari 35oC. Air dengan densitas yang
rendah akan berada dilapisan atas dan air dengan densitas tinggi akan berada
pada lapisan bawah.
Kecerahan/Kekeruhan
Tingkat kecerahan menyatakan tingkat
cahaya yang diteruskan ke dalam kolom air dan dinyatakan dalam persentase (%),
dari beberapa panjang gelombang yang ada yang jatuh agak lurus pada permukaan
air. Kemampuan penetrasi cahaya matahari dipengaruhi kekeruhan air seperti
suspensi dalam air (lumpur), planktonik (jasad renik) dan warna air.
Kecepatan Arus
Arus di permukaan merupakan pencerminan
langsung dari pola angin yang bertiup pada waktu itu. Jadi arus permukaan ini
digerakan oleh angin dan begitupun arus dibawahnya ikut terbawa. Arus dilapisi
oleh permukaan laut berbelok ke kanan dari arah angin dan arus dilapisan
bawahnya akan berbelok lebih ke kanan lagi dari arah arus permukaan. Hal ini
disebabkan adanya gaya cariolis (Cariolis Force), yaitu gaya yang diakibatkan
oleh perputaran bumi. Jika terjadi divergensi atau pembuyaran arus permukaan
maka akan terjadi upwelling, yakni naiknya massa air dari lapisan bawah laut
kelapisan permukaan dan jika terjadi konvergensi atau pemusatan arus permukaan,
maka akan menyebabkan downwelling, yakni turunnya massa air dari lapisan atas
kelapisan bawah.
Gelombang
Gerakan gelombang mempunyai pengaruh yang
sangat besar terhadap organisme dan komunitas dibandingkan dengan daerah laut
lainnya. Gelombang yang terhempas ke pantai akan melepaskan energinya di
pantai. Makin tingginya gelombang, maka makin besar tenaganya memukul pantai.
Ada tiga faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin
yakni kuatan hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin. Jarak tempuh
angin ialah bentangan air terbuka yang dilalui angin. Sekali gelombang telah
terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan terus merambat sampai jauh.
Pasang Surut (Pasut) Air Laut
Pasang surut adalah naik dan turunnya air
permukaan laut secara periodik selama suatu interval waktu tertentu. Pasut merupakan
bentuk gerakan air laut yang terjadi karena pengaruh gaya tarik bulan dan
matahari terhadap bumi. Ada 2 (dua) macam pasang surut yang terjadi,
yakni:
a. Pasang Purnama, ialah peristiwa
terjadinya pasang naik dan pasang surut tertinggi (besar). Pasang besar terjadi
pada tanggal 1 (berdasarkan kalender bulan)dan pada tanggal 14 (saat bulan
purnama). Pada kedua tanggal tersebut posisi bumi-bulan-matahari berada pada
satu garis (konjungsi) sehingga kekuatan gaya tarik bulan dan matahari
berkumpul menjadi satu menarik permukaan bumi. Permukaan bumi yang menghadap ke
bulan mengalami pasang naik besar.
b. Pasang Perbani, ialah peristiwa
terjadinya pasang naik dan pasang surut terendah (kecil). Pasang kecil ini
terjadi pada tanggal 7 dan 21 kalender bulan. Pada kedua tanggal tersebut
posisi matahari – bulan – bumi membentuk sudut 90°. Gaya tarik bulan dan
matahari terhadap bumi berlawanan arah sehingga kekuatannya menjadi berkurang
(saling melemahkan).
2.Faktor Kimia Lingkungan Laut
Faktor-faktor kimia yang terdapat di
lingkungan laut meliputi salinitas, oksigen terlarut (DO), derajat keasaman
(pH), dan unsur hara (nutrien).
Salinitas
Salinitas adalah banyaknya zat terlarut.
Zat padat terlarut meliputi garam-garam anorganik, senyawa-senyawa organik yang
berasal dari organisme hidup, dan gas-gas terlarut (Nybakken, 1992). Salinitas
adalah jumlah berat semua garam (dalam gram) yang terlarut dalam satu liter
air, biasanya dinyatakan dengan satuan 0/00 (permil, gram per liter) (Nontji,
1986). Ciri paling khas pada air laut yang diketahui oleh semua orang ialah
rasanya yang asin. Ini disebabkan karena didalam air laut terlarut garam-garam
yang paling utama adalah natrium klorida (NaCl) yang sering disebut garam
dapur. Selain NaCl, di dalam air laut terdapat pula MgCl2, kalium, dan kalsium.
Menurut teori, zat-zat garam berasal dari proses outgassing, yaitu rembesan
kulit bumi didasar laut berbentuk gas kepermukaan dasar laut. Hasil kikisan
kerak bumi terlarut dengan gas dari kulit bumi dasar laut dan air sehingga menghasilkan
garam di laut. Zat kimia terlarut yang membentuk garam yang diukur sebagai
salinitas adalah CI, Na, SO4, dan Mg yang merupakan komponen utama sebesar
99,7% dari jumlah zat terlarut dalam air laut, sisanya 0,3% yang walaupun
jumlahnya sedikit dapat mempengaruhi kehidupan di laut dan sebaliknya kepekatan
zat ini ditentukan oleh aktifitas kehidupan laut.
Di perairan pantai karena terjadi
pengenceran misalnya karena pengaruh aliran sungai salinitas bisa turun rendah.
Sebaliknya di daerah dengan penguapan yang sangat kuat, salinitas bisa
meningkat tinggi. Air payau adalah istilah umum yang digunakan untuk menyatakan
air yang salinitasnya antara air tawar dan air laut. Perairan estuari atau
daerah sekitar kuala dapat mempengaruhi struktur salinitas yang kompleks,
karena selain merupakan pertemuan antara air tawar yang relatif ringan dan air
laut yang lebih berat juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji, 1986).
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar
untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di
dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan
konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya (Fardiaz, 1992).
Oksigen terlarut dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air, dimana
jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah tanamannya dan dari atmosfer
(udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan terbatas (Fardiaz, 1992).
Oksigen terlarut dalam laut dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk
respirasi dan penguraian zat-zat organik oleh mikroorganisme. Konsentrasi
oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan
tekanan atmosfer (Fardiaz, 1992).
Oksigen merupakan faktor pembatas dalam
penentuan kehadiran makhluk hidup di dalam air. Kepekatan oksigen terlarut
bergantung pada suhu, kehadiran tanaman fotosintesis, tingkat penetrasi cahaya
yang bergantung kepada kedalaman dan kekeruhan air, tingkat kederasan aliran
air, dan jumlah bahan organik yang diuraikan dalam air seperti sampah, ganggang
mati atau limbah industri (Sastrawijaya, 2001).
Derajat Keasaman (pH)
Nilai pH air yang normal atau netral yaitu
antara pH 6 sampai pH 8 (Fardiaz, 1992). Air yang pH-nya kurang dari 7 bersifat
asam, sedangkan yang pH-nya lebih dari 7 bersifat basa. Tanah yang bersifat
asam akan mengakibatkan pelarutan dan ketersediaan logam berat yang berlebihan
dalam tanah (Darmono, 1995). Perubahan pH yang sangat asam maupun basa akan
mengganggu kelangsungan hidup organisme akuatik karena menyebabkan terganggunya
metabolisme dan respirasi.
Unsur Hara (Nutrien)
Sebagian besar unsur-unsur kimiawi yang
diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang terdapat dalam air laut dalam
jumlah lebih dari cukup, sehingga kekurangannya tak perlu dipertimbangkan
sebagai faktor ekologi. Dalam beberapa hal kepekatan unsur “trace” menjadi
penting, tapi ini terjadi sangat jarang sekali dibanding dengan di darat.
Fosfat dan nitrat dalam kepekatan bagaimanapun selalu dalam rasio yang tetap.
15 at. N : 1 at P. Rasio ini cenderung tetap dalam fito dan zooplankton. Hanya
dalam keadaan tertentu rasio dalam air berubah. PO4 : P bisa berada dalam
bentuk senyawa organik maupun anorganik. Keduanya dalam bentuk butiran dan
larutan.
Dalam jaringan hidup terutama dalam bentuk
senyawa organik dan dilepaskan kembali ke air sebagai kotoran maupun bangkai
dalam bentuk butiran atau larutan. Dan untuk senyawa NO3, samudera mendapatkan
dari udara bukan saja N tetapi juga NO3. Seperti halnya PO4, pertumbuhan dan
fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan laut (fitoplankton dan alga bentik) dibatasi
oleh kepekatan NO3 dalam air. Selain unsur-unsur hara tersebut, diatom juga
mengambil sejumlah besar Si dari laut dan kekurangan kandungan Si dapat menjadi
faktor pembatas di perairan tertentu.
3 Faktor Biologi Lingkungan Laut
Laut, seperti halnya daratan, dihuni oleh
biota yakni tumbuh-tumbuhan, hewan dan mikroorganisme hidup. Jumlah dan
keanekaragaman jenis biota yang hidup di laut sangat berlimpah. Biota laut
hampir menghuni semua bagian laut, mulai dari pantai, permukaan laut sampai
dasar laut yang terjeluk sekalipun (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Di laut
terdapat berbagai macam organisme mulai dari yang berupa jasad-jasad hidup
bersel satu yang sangat kecil sampai yang berupa jasad-jasad hidup yang
berukuran sangat besar seperti ikan paus. Sebagian besar wilayah perairan
terdapat banyak jenis biota laut yang saling berinteraksi, tetapi di beberapa
wilayah perairan yang lain hanya terdapat beberapa jenis biota laut yang hidup
dan berinteraksi karena kendala makanan dan kondisi lingkungan (Romimohtarto
& Juwana, 2001). Faktor biologi lingkungan laut merupakan parameter dari
mahluk hidup yang menjadi faktor penting dalam komponen penyusun ekosistem laut.
Parameter biologi dapat berupa phytoplankton, zooplankton, benthos, nekton,
bakteri, dan virus. Dari berbagai jenis organisme tersebut ada yang berlaku
sebagai produsen, konsumen, dan pengurai (detritus).
Produsen
Produsen dalam lingkungan laut merupakan faktor
utama yang menentukan produktuvitas lautan. Yang bertindak sebagai produsen
adalah fitoplankton dan ganggang laut lainnya. Fitoplankton adalah
tumbuh-tumbuhan air yang berukuran kecil, ia melayang-layang di air dan
merupakan organisme laut yang menjadi makanan utama bagi ikan-ikan laut
berukuran sedang dan kecil. Ia mampu memproduksi makanannya sendiri melalui
proses fotosintesis (autotrof). Contoh plankton ini yaitu Alga merah banyak
terdapat di Laut Merah, Alga biru banyak terdapat di Laut Tropik, Dinophysis,
dan Navicula.
Konsumen
Terdiri atas berbagai hewan air yang hidup
di laut seperti zooplankton, benthos, dan nekton (ikan). Zooplankton adalah
sebuah koloni (kelompok) yang terdiri dari berbagai-jenis hewan kecil yang
sangat banyak jumlahnya. Contoh zooplankton misalnya Copepoda, Tomopteris,
Arrow Wori, Jelly Fish (ubur-ubur) dan beberapa jenis Crustacea. Bentos adalah
organisme yang hidup di dasar laut baik yang menempel pada pasir maupun lumpur,
beberapa contoh bentos antara lain kerang, bulu babi, bintang laut, cambuk
laut, dan terumbu karang. Sedangkan nekton adalah hewan-hewan laut yang dapat
bergerak aktif di perairan seperti ikan-ikan laut, reptil laut, mamalia laut,
dan cumi-cumi. Semua organisme yang berlaku sebagai konsumen tersebut merupakan
organisme heterotrof di lingkungan laut.
Dekomposer
Organisme laut yang bertindak sebagai
pengurai atau pembusuk bahan-bahan organik dan anorganik seperti jenis bakteri
pengurai (Nitrobacter sp.) dan jamur. Peranan mikroorganisme ini sangat vital
dalam lingkungan laut karena dengan kehadiran dekomposer yang sangat menentukan
perubahan lingkungan lautan.
IV. PEMBAHASAN
1. Faktor Fisika Lingkungan Laut
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang
sangat penting bagi kehidupan organisme di lautan, karena suhu mempengaruhi
baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme-organisme
tersebut. Setiap perubahan suhu cenderung untuk mempengaruhi banyak proses
kimiawi yang terjadi secara bersamaan pada jaringan tanaman dan binatang,
karenanya juga mempengaruhi biota secara keseluruhan (Hutabarat dan Evans,
1986). Suhu yang terdapat di air laut sering kali berfluktuasi. Perubahan suhu
disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya yaitu intensitas cahaya
matahari yang diterima, kedalaman air dan letak ketinggian dari permukaan laut.
Hal tersebut didukung oleh Hutabarat dan Evans (1986) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan laut adalah letak ketinggian
dari permukaan laut (Altituted), intensitas cahaya matahari yang diterima,
musim, cuaca, kedalaman air, sirkulasi udara, dan penutupan awan. Suhu menurun
secara teratur sesuai dengan kedalaman. Semakin dalam suhu akan semakin rendah
atau dingin. Hal ini diakibatkan karena kurangnya intensitas matahari yang
masuk kedalam perairan. Suhu mengalami perubahan secara perlahan-lahan dari
daerah pantai menuju laut lepas. Umumnya suhu di pantai lebih tinggi dari
daerah laut karena daratan lebih mudah menyerap panas matahari sedangkan laut
tidak mudah mengubah suhu bila suhu lingkungan tidak berubah. Di daerah lepas
pantai suhunya rendah dan stabil. Lapisan permukaan hingga kedalaman 200 meter
cenderung hangat, hal ini dikarenakan sinar matahari yang banyak diserap oleh
permukaan. Sedangkan pada kedalaman 200-1000 meter suhu turun secara mendadak
yang membentuk sebuah kurva dengan lereng yang tajam. Pada kedalaman melebihi
1000 meter suhu air laut relatif konstan dan biasanya berkisar antara 2 – 4 0C
(Sahala Hutabarat,1986). Suhu secara tidak langsung juga mempengaruhi kehidupan
flora dan fauna laut, komposisi kimia air laut, sirkulasi massa air, dan cepat
rambat gelombang akustik. Naiknya suhu air akan menimbulkan akibat seperti
menurunkan jumlah oksigen terlarut di dalam air, meningkatkan kecepatan reaksi
kimia, mengganggu kehidupan ikan dan hewan air lainnya, dan apabila batas suhu
yang mematikan terlampaui maka ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati
(Kristanto, 2002).
Kecerahan/Kekeruhan
Tingkat kecerahan/kekeruhan yang berbeda
pada laut selain disebabkan oleh penetrasi cahaya yang masuk juga diakibatkan
oleh tanaman yang hidup di dasarnya seperti alga yang terdapat pada laut merah,
dan endapan atau sedimen yang terbawa didalam air. Seperti warna coklat yang
merupakan endapan yang terbawa aliran air sehingga membuat warnanya nampak
keruh. Penetrasi cahaya sering kali dihalangi oleh zat yang terlarut dalam air
karena sifat air laut yang mengandung sejumlah besar partikel dalam suspensi
yang sering di sebut dengan kekeruhan. Sedangkan pada perairan estuari yang
kekeruhannya tinggi, produktivitasnya perairannya akan rendah. Hal ini
mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis karena penetrasi cahaya matahari
terhalang oleh partikel-partikel yang disebabkan oleh kekeruhan tersebut.
Terganggunya proses fotosintesis menyebabkan fungsi utama fitoplankton sebagai
produsen primer, pangkal rantai makanan dan fundamen yang mendukung kehidupan
seluruh biota di estuari menjadi terganggu, sehingga kehidupan seluruh biota
juga akan terancam (Nontji, 1993). Intesitas cahaya mempengaruhi pola sebaran
organisme. Ada sebagian organisme yang menyukai cahaya dengan intesitas cahaya
yang besar, namun ada juga organisme yang lebih menyukai cahaya yang redup. Pada
bagian bawah laut, cahaya matahari mempunyai pengaruh besar secara tidak
langsung, yakni sebagai sumber energi untuk fotosintesis tumbuh-tumbuhan air
dan fitoplankton. Air laut berwarna karena proses alami, baik yang berasal dari
proses biologis maupun non-biologis. Produk dari proses biologis dapat berupa
humus, gambut dan lain-lain, sedangkan produk dari proses non-biologis dapat
berupa senyawa-senyawa kimia yang mengandung unsur Fe, Ni, Co, Mn, dan
lain-lain. Selain itu perubahan warna air laut dapat pula disebabkan oleh
kegiatan manusia yang menghasilkan limbah berwarna. Air laut dengan tingkat
warna tertentu/dapat mengurangi proses fotosintesa serta dapat menganggu
kehidupan biota akuatik terutama fitoplankton dan beberapa jenis bentos.
Kecepatan Arus
Arus mempunyai pengaruh positip maupun
negatip terhadap kehidupan biota perairan. Arus dapat mengakibatkan menurunnya
jumlah jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan
partikel-partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan
dengan dasar lumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur-lumpuran sehingga
mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan hewan air. Kekeruhan yang diakibatkan
juga bisa mengurangi penetrasi sinar matahari dan mengakibatkan menurunnya
aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut
penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya.
Untuk jenis algae yang kekurangan zat-zat kimia dan CO2 dapat dipenuhi dengan
adanya sirkulasi air. Sedangkan bagi hewan air, CO2 dan produk-produk sisa
dapat disingkirkan dan O2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting
bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi
golongan terakhir yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata
dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan
dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus
sp.). Arus sangat penting sebagai faktor pembatas terutama pada aliran air. Di
samping itu juga arus di dalam aliran air dapat menentukan distribusi gas
vital, garam dan organisme plankton (Anwar, 1984).
Gelombang
Secara ekologis gelombang paling penting
di daerah pasang surut (perairan dangkal). Di bagian laut agak dalam
pengaruhnya menurun, dan di perairan oseanik ia mempengaruhi pertukaran udara.
Gelombang ditimbulkan oleh angin, pasang-surut dan kadang-kadang oleh gempa
bumi dan gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat
penghancur. Biota yang hidup di daerah pasang surut harus mempunyai daya tahan
terhadap pukulan gelombang. Gelombang dengan mudah menjebol alga-alga dari
substratanya. Diduga, gelombang juga mengubah bentuk karang-karang pembentuk
terumbu. Gelombang mencampur gas atmosfir ke dalam permukaan air sehingga
memulai proses pertukaran gas.
Pasang Surut (Pasut) Air Laut
Pengaruh pasang surut yang paling jelas
terhadap organisme dan komunitas daerah litoral yang menyebabkan terkena udara
terbuka secara periodik dengan kisaran parameter fisik cukup besar. Lamanya
terkena udara terbuka merupakan hal yang paling penting karena pada saat itulah
organisme laut akan berada dalam kisaran suhu terbesar dan memungkinkan
mengalami kekeringan (kehilangan air). Semakin lama terkena udara, semakin
besar kehilangan air diluar batas kemampuan dan semakin kecil kesempatan untuk
mencari makan dan mengakibatkan kekurangan energi. Pasang surut air laut juga
mempengaruhi kadar garam yang ada di perairan tersebut serta partikel-partikel
suspensi lainnya.
2 Faktor Kimia Lingkungan Laut
Salinitas
Keanekaragaman salinitas dalam air laut
akan mempengaruhi jasad-jasad hidup akuatik melalui pengendalian berat jenis
dan keragaman tekanan osmotik. Jenis-jenis biota air ditakdirkan untuk
mempunyai hampir semua jaringan-jaringan lunak yang berat jenisnya mendekati
berat jenis air laut biasa, sedangkan jenis-jenis yang hidup di dasar laut
(bentos) mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada air laut di atasnya.
Salinitas dapat menimbulkan tekanan-tekanan osmotik. Umumnya, kandungan garam
dalam sel-sel biota laut cenderung mendekati kandungan garam dalam kebanyakan
air laut. Jika sel-sel tersebut berada di lingkungan dengan salinitas yang
berbeda maka suatu mekanisme osmoregulasi diperlukan untuk menjaga keseimbangan
kepekatan antara sel dan lingkungannya. Pada kebanyakan biota air, penurunan
salinitas biasanya bersamaan dengan penurunan salinitas dalam sel. Suatu
mekanisme osmoregulasi baru terjadi setelah ada penurunan salinitas yang nyata.
Kemampuan untuk menghadapi fluktuasi yang berasal dari salinitas terdapat pada
kelompok-kelompok binatang beraneka ragam dari protozoa sampai ikan. Biota
estuarina biasanya mempunyai toleransi terhadap variasi salinitas yang besar
(eury-halin) contohnya seperti ikan bandeng. Salinitas yang tak sesuai dapat
menggagalkan pembiakan dan menghambat pertumbuhan biota air.
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut diperlukan oleh hampir
semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses pembakaran dalam tubuh. Beberapa
bakteria maupun beberapa binatang dapat hidup tanpa oksigen (anaerobik) sama
sekali, lainnya dapat hidup dalam keadaan anaerobik hanya sebentar tetapi
memerlukan penyediaan oksigen yang berlimpah setiap kali. Kebanyakan dapat
hidup dalam keadaan kandungan oksigen yang rendah sesekali tapi tak dapat hidup
tanpa oksigen sama sekali. Sumber oksigen terlarut dari perairan adalah dari
udara di atasnya, proses fotosintese dan glycogen dari binatang itu sendiri.
Air yang tidak mengandung oksigen terlarut jarang terdapat disamudera. Oksigen
dihasilkan oleh proses fotosintesa dari tumbuh-tumbuhan air dan fitoplankton
dan diperlukan untuk pernafasan bagi biota air. Menurunnya kadar oksigen
terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota laut,
sehingga dapat menurunkan kemampuan biota tersebut untuk hidup normal dalam
lingkungannya. Kadar oksigen terlarut di perairan Indonesia berkisar antara 4,5
dan 7.0 ppm.
Derajat Keasaman (pH)
Air laut mempunyai kemampuan menyangga
yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH yang sedikit saja
dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini
dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat
membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya
bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6.0 – 8,5. Perubahan pH dapat berakibat
buruk terhadap kehidupan biota laut, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Akibat langsung adalah kematian ikan, burayak, telur, dan
lain-lainnya, serta mengurangi produktivitas primer. Akibat tidak langsung
adalah perubahan toksisitas zat-zat yang ada dalam air, misalnya penurunan pH
sebesar 1,5 dari nilai alami dapat memperbesar toksisitas NiCN sampai 1000
kali.
Unsur Hara (Nutrien)
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya,
fitoplankton membutuhkan banyak unsur nutrien. Menurut Michael (1985), fosfat
dan nitrogen merupakan unsur hara makro yang dimanfaatkan oleh fitoplankton
sebagai nutrien sehingga dapat menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan
fitoplankton di perairan. Umumnya kekurangan fosfat dalam laut akan
mempengaruhi proses fotosintesa dan pertumbuhan yang sama besarnya. Adapun
nitrat yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesuburan perairan laut.
Perairan oligotropik memiliki kandungan nitrat 0 - 0,1 mg/liter, perairan
mesotropik sebesar 0,1 - 0,5 mg/liter dan perairan eutropik 0,5 - 5 mg/liter
(Wetzel, 1982).
3. Faktor Biologi Lingkungan Laut
Keberadaan masing-masing organisme dalam
lingkungan laut dapat memberikan informasi kualitas lingkungan di mana biota
tersebut hidup. Semakin beraneka jenis biota dan jumlah yang banyak ditemukan
dalam perairan dapat mengindikasikan bahwa kualitas lingkungan tersebut masih
baik. Peranan dan kedudukan masing-masing organisme di laut digambarkan dalam
piramida makanan di laut. Dasar piramida ditempati oleh organisme produser atau
organisme autotrop yang mampu merubah bahan anorganik menjadi bahan organik dengan
memanfaatkan energi matahari. Energi matahari dimanfaatkan oleh organisme
autotroph untuk membentuk bahan organik yang akan dimanfaatkan oleh organisme
herbivora. Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam kehidupan di
laut. Melalui proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton mampu
menjadi sumber energi bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai makanan.
Walaupun memiliki ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang tinggi sehingga
mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut. Di samping menjadi
makanan utama ikan, tumpukan bangkai plankton di laut dangkal juga merupakan
bahan dasar bagi terbentuknya mineral-mineral laut. Lain halnya dengan bentos
dan nekton, dimana organisme-organisme ini merupakan hewan heterotrof yang tidak
dapat memproduksi makanan sendiri sehingga membutuhkan kehadiran organisme lain
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun keberadaan benthos dan nekton di
lingkungan laut dapat mengontrol kualitas perairan (mencegah terjadinya
blooming algae) Benthos merupakan hewan air laut yang hidupnya di dasar laut
seperti jenis kekerangan. Tubuh bentos banyak mengandung mineral kapur.
Batu-batu karang yang biasa kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau
kerangka benthos. Sedangkan nekton merupakan hewan air yang aktif bergerak
dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya seperti jenis ikan dan
ampibi laut. Satu lagi organisme yang sangat berperan dalam pembemtukan
ekosistem lautan yaitu organisme pengurai (dekomposer) seperti jenis bakteri
dan jamur. Peranan mereka sangat vital dalam mengatur ekosistem di lautan,
karena dengan kehadirannya, bahan-bahan organik dan anorganik dilautan dapat
diuraikan menjadi unsur-unsur hara (nutrien) yang dapat dimanfaatkan oleh
organisme autotrof (fitoplankton) untuk melakukan proses fotosintesis.
V. KESIMPULAN
Melihat berbagai macam ulasan mengenai
faktor-faktor pembentuk dan sekaligus penyebab terjadi perubahan di lingkungan
laut maka dapat diambil kesimpulan bahwa fakor yang menyebabkan terjadinya
perubahan tersebut terdiri atas faktor fisika, kimia, dan biologi lingkungan
laut. Faktor fisika meliputi temperatur atau sahu perairan laut,
kecerahan/kekeruhan (tingkat penetrasi cahaya), kecepatan arus, gelombang dan
daerah pasang surut air laut. Kemudian faktor kimia meliputi salinitas, oksigen
terlarut (DO), derajat keasaman (pH), dan beberapa unsur hara (nutrien).
Sedangkan faktor biologi meliputi produsen (fitoplankton dan ganggang laut
lainnya), konsumen (zooplankton, benthos, dan nekton) dan dekomposer (bakteri dan
jamur). Masing-masing faktor tersebut memiliki keterkaitan hubungan timbal
balik antara yang satu dengan yang lainnya sehingga membentuk suatu lingkungan
perairan laut (ekosistem lautan).
No comments:
Post a Comment