2.1 Fisiografis Pulau Jawa
Pulau Jawa memiliki
sifat fisiografi yang khas, dan hal ini disebabkan karena beberapa keadaan.
Satu di antaranya adalah iklim tropis, disamping itu ciri-ciri geografisnya
disebabkan karena merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak
vulkanisme yang kuat. Karena kekuatan inilah mengakibatkan Pulau Jawa berbentuk
memanjang dan sempit.
Perubahannya dalam
bagian-bagian tertentu sepanjang dan searah dengan panjangnya pulau, dari tepi
satu ke tepi yang lainnya. Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah
diketahui dan dipetakan di Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur
yang tinggi menyebabkan pelapukan yang cepat dan intensif, juga denudasi,
gejala yang mengikuti adalah erosi vertikal.
Perbedaan topografi yang disebabkan
adanya perbedaan batu-batuannya nampak kurang jelas bila dibandingkan dengan
daerah iklim lain, meskipun lembah kecil mempunyai tebing yang curam. Akibatnya
banyak hujan berarti banyak air yang harus dibuang, sehingga banyak parit alam
(guliy) yang begitu rapat.
Karena banyaknya parit-parit yang
rapat tersebut topografinya terkikis-kikis. Akibatnya sisa-sisa permukaan yang
dulu pernah terangkat hilang dalam waktu yang singkat.Sebaliknya peneplain dan
lain-lain yang permukaannya datar juga terbentuk dalam waktu yang singkat dari
pada iklim yang lainnya. Dalam hal ini mungkin mengherankan mengapa topografi
Pulau Jawa semuanya belum merupakan peneplain? Hal ini karena erosi dan
denudasi dapat diimbangi orogenesa muda dan epirogenesa yang masih bergerak,
yang mana gerak pelipatan masih terus berlangsung dalam sebuah periode dari era
pleistosen, tapi di balik itu semua gunung berapi banyak mengeluarkan
bahan-bahan material yang lebih banyak daripada apa yang dihasilkan oleh gejala
erosi pada permukaan tanah.
2.1.1 Proses Pembentukan Pulau Jawa
Proses
pembentukan pulau jawa dapat di jelaskan sebagai berikut:
1.
Pengaruh gerak lempeng
Ketika kala kapur
hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di laut jawa dan
satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa. Busur non vulkanis
diperkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak bumi yang tertimbun
pada jalur subduksi dan mengandung kwarsa. Antar busur vulkanis dan non
vulkanis terdapat cekungan busur luar yang relatif dalam, terletak di sekitar
pantai utara Jawa. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu
jalur subduksi bergeser ke selatan.
Busur vulkanis
diperkirakan di pantai selatan Jawa sekarang. Gunung api muncul di dasar laut
membentuk deretan gunung api. Aktifitas vulkanik ini merupakan tahap pertama pembentukan
pulau Jawa. Satu busur gunung api dengan laut dangkal yang luas sampai
Kalimantan (sampai pliosen tengah). Busur dalam bergerak ke utara hingga pantai
utara jawa, laut dangkal mengalami pengangkatan membentuk daratan sehingga
sedimen marin muncul ke atas permukaan laut. Akhir pliosen diperkirakan Pulau
Jawa sering tenggelam yang muncul hanya perbukitan di bagian selatan Jawa.
2.
Pengaruh Iklim
Sebelumnya pada
zaman tersier iklim wilayah Indonesia merupakan iklim tropis lembab dengan suhu
rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang. Pengaruh iklim tersebut
berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan gerak masa batuan, yang
sangat menentukan bentukan geomorfologis dan pembentukan tanah.
Fisiografi Jawa pada dasarnya dapat
dibedakan menjadi tiga zona pokok memanjang sepanjang pulau, walaupun banyak
yang tidak utuh. Ketiga zona ini sangat berbeda karakteristiknya baik di Jawa
Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Di bagian tengah dari pulau dan lingkungan
bagian yang paling barat jalur dari zona-zona tersebut nampaknya kurang jelas,
menunjukan adanya perubahan-perubahan.
2.1.2
Penggolongan Zona Fisiografi Jawa
Zona fisiografi di jawa
dapat digolongkan sebagai berikut:
1.
Zona selatan,
Kurang lebih berupa plato, berlereng
(miring) ke arah selatan menuju Laut Hindia dan di sebelah utara berbentuk
tebing patahan. Kadang zona ini begitu terkikis sehingga kehilangan bentuk
platonya. Di Jawa tengah bagian dari zona ini telah ditempati oleh dataran
aluvial.
2.
Zona tengah,
Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa
Barat merupakan depresi. Ditempat-tempat tersebut muncul kelompok gunung berapi
yang besar. Di Jawa Tengah sebagian dari zona tengah ditempati oleh rangkaian
pegunungan serayu selatan, berbatasan disebelah utaranya dengan depresi yang
lebih kecil, lembah serayu. Juga di bagian paling barat daerah Banten ditempati
oleh bukit-bukit dan pegunungan.
3.
Zona utara,
Terdiri dari rangkaian gunung
lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan diselingi oleh beberapa
gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran aluvial.
Sifat Ketiga Zona dari Sudut
Geologi:
1.
Zona Selatan
Di zona selatan ini lapisan yang
lebih tua terdiri dari endapan vulkanis yang tebal (breksi tua) dan bahan-bahan
endapan (seperti tanah anulatus) yang terlipat pada waktu periode miosen
tengah. Di bagian selatan zona ini mengalami lipatan sedikit saja, tetapi
lipatan ini menjadi lebih kuat dekat batas sebelah utara. Daerah ini merupakan
daerah peralihan ke zona tengah. Bagian ini ditutupi secara tidak selaras (unconform)
oleh bahan-bahan yang tidak terlepas dari miosen atas.
Di banyak tempat lapisan ini telah
dipengaruhi gerakan miring (tilted). Dibeberapa tempat dasar (alas/bed)
miosen atas ini terdiri dari batuan kapur yang mempunyai pengaruh yang sangat
nyata pada topografi. Endapan yang lebih muda dari miosen muda mungkin
pleistosen tua hampir tidak ada.
2.
Zona Tengah
Seperti di Jawa Timur zona ini
ditempati oleh depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda. Sifat geologisnya
hanya dapat dilihat dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Gerakan orogenesa miosen
tengah dan miosen muda sangat kuat (terkuat) di zona ini dan sering menyebabkan
lipatan menjungkir atau membentuk struktur yang menjorok menyebabkan batuan
tertier juga lapangan pretertier tertutup. (Pegunungan Jiwo, daerah Lekulo
di Jawa Tengah, Pegunungan Raja Mandala, Lembah Cimandiri dan Banten bagian
selatan).
Pada periode neogene terdapat juga
beberapa lapisan tak selaras dan sedikit lipatan yang terjadi pada atau setelah
akhir neogen. Pegunungan berapi dan gerakan lipatan yang terdapat
didepresi tengah menyebabkan terbentuknya topografi-topografi yang khas.
3.
Zona Utara
Di zona ini lapisan neogen muda
lebih tebal dibanding zona lainnya, dan ini adalah inti dari gerakan
geosinklinal muda. Lipatan yang lebih tua terjadi sejak dari periode miosen
atas. Lipatan ini nampak lebih jelas dari zona tengah tetapi juga dapat dilihat
di zona utara dari jawa tengah. Di lain tempat pengendapan bahkan mungkin
berlangsung selama periode miosen tengah dan miosen atas.
Di igir Pegunungan Kendeng (Jawa
Timur) pengendapan pada geosinklinal berjalan terus sampai pleistosen tengah.
Selama pleistosen tengah orogenesa dihasilkan dari lipatan yang keras dengan
lipatan yang terbalik (upturned fold and thrust). Lebih menuju ke
periode kwarter mungkin dapat dilihat tetapi pelipatan pleistosen tengah
berjalan terus dan menonjol.
Di jawa barat gerakan pelipatan
utama terjadi pada permulaan pleistosen kemudian diikuti oleh gerakan lipatan
yang lemah setelah periode igir pleistosen tua. Di sebelah utara igir
Pegunungan Kendeng di Jawa Timur, terdapat jalur yang tidak mempunyai lanjutan
di Jawa Tengah dan di Jawa Barat tetapi bagian ini memanjang ke timur ke
Madura. Bagian yang terdapat di bagian sebelah utara igir Pegunungan Kendeng
ini disebut Perbukitan Rembang.
Di daerah ini lapisan neogen jauh
lebih tipis daripada di Pegunungan Kendeng dan terdiri sebagian dari batuan
kapur. Zona ini terletak di sebelah utara dari poros geosinklinal neogen,
membentuk daerah peralihan antara masa dataran yang sekarang ditempati oleh
Laut Jawa yang terjadi pada zaman miosen dengan poros Pegunungan Kendeng itu
sendiri. Beberapa pengendapan berjalan terus selama periode atau bagian dari
era pleistosen, selama mana gerakan lipatan sedikit mengakhiri pengendapan.
Pulau Jawa berada di tepi tenggara Daratan Sunda
(Sundaland). Pada Daratan Sunda ini terdapat dua sistem
gerak lempeng; Lempeng Laut Cina Selatan di utara dan
Lempeng Samudera Hindia di selatan. Lempeng Laut Cina Selatan (Eurasia) bergerak ke tenggara sejak Oligosen (Longley, 1997), sedangkan Lempeng
Samudera Hindia yang berada di selatan bergerak ke utara sejak Mesozoikum
dan menunjam ke bawah sistem busur kepulauan Sumatra dan Jawa (Liu dkk.,
1983).
Pulau jawa
yang terlihat saat sekarang adalah akibat adanya pergerakan dua lempeng yang
bergerak saling mendekat dan mengalami tabrakan, dimana proses tersebut relatif
bergerak menyerong (oblique) antara lempeng samudra hindia pada bagian barat
daya dan lempeng Benua Asia bagian tenggara (eurasian), dimana lempeng samudra
hindia akan menyusup ke lempeng asia tenggara. Pada zone subduksi akan
dihasilkan palung jawa (Java trench) dengan pergerakan relatif 7 cm/tahun. Pada zone subduksi terdiri dari “Acctionary Complex ” yang materialnya
secara garis besar dari lantai samudra india pada busur muka Jawa.
2.2.1 Unsur
Tektonik Pembentuk Pulau Jawa
Unsur-unsur
tektonik yang membentuk Pulau Jawa adalah:
1.
Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang
memotong Jawa Barat, Jawa Tengah dan terus ke timurlaut menuju Kalimantan
Tenggara
2.
Jalur magma kapur di bagian utara Pulau
Jawa
3.
Jalur magma Tersier yang meliputi
sepanjang pulau terletak agak ke bagian selatan
4.
Jalur subduksi Tersier yang menempati
punggungan bawah laut di selatan pulau Jawa
5.
Palung laut yang terletak di selatan
pulau Jawa dan merupakan batas dimana lempeng/ kerak samudra menyusup ke bawah
pulau Jawa (jalur subduksi sekarang).
2.2.2
Perkembangan Tektonik Pulau Jawa
Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari
dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada
di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa
merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan
vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke
waktu.
Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut–Barat
Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara–Selatan (N-S) atau pola
Sunda dan arah Timur–Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang
berarah Timur Laut – Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur–Barat (E-W).
sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier
di Pulau Jawa yang sangat rumit disamping mengundang pertanyaan
bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut.
Kerumitan
tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah
sekitarnya. Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar
Cimandiri, di bagian tengah terekspresikan dari pola penyebaran
singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian
timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central
Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun
Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan
terekspresikan di bagian timur.
Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan
sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang
mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan
Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan.
Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar
Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari
sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian
Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.
Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan
pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur
sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui
Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini
teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda.
Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola
Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen
Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan
mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994).
Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih
aktif hingga sekarang.
Fakta lain yang harus dipahami ialah bahwa akibat dari pola
struktur dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang
tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata, 1975
dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan
yaitu Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara
bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.
Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri
memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa
sesar-sesar dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan
cekungan yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya
mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang berarah
timur-barat lebih dominan.
Pada Akhir Cretasius terbentuk zona penunjaman yang terbentuk di daerah
Karangsambung menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini
membentuk struktur kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya.
Kemudian selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman berada
di sebelah selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah
timur-barat. Tumbukkan antara lempeng Asia dengan lempeng Australia
menghasilkan gaya utama kompresi utara-selatan. Gaya ini membentuk pola sesar
geser (oblique wrench fault) dengan arah baratlaut-tenggara, yang kurang
lebih searah dengan pola pegunungan akhir Cretasisus.
Pada periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama,
utara-selatan. Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik
dan lipatan dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng.
Meskipun secara regional seluruh pulau Jawa mempunyai perkembangan
tektonik yang sama, tetapi karena pengaruh dari jejak-jejak tektonik yang lebih
tua yang mengontrol struktur batuan dasar, khususnya pada
perkembangan tektonik yang lebih muda, terdapat perbedaan antara Jawa Barat,
Jawa Tengah dan Jawa Timur.
2.2.3 Satuan Tektonik di Pulau Jawa
Secara
regional di pulau Jawa dapat dibedakan adanya 3 satuan tektonik, yaitu:
a) Cekungan
Jawa Utara, yang terdiri dari cekungan Jawa Baratlaut (NW Java Basin) dan cekungan Jawa Timurlaut (NE Java Basin)
b) Daerah
cekungan Bogor-Kendeng
c) Daerah
cekungan Pegunungan Selatan
2.2.4 Tatanan
Tektonik Jawa Barat
Van Bammelen beranggapan bahwa secara fisiografis daerah
Banten sangat mendekati sifat-sifat pulau Sumatera, apabila dibandingkan dengan
bagian sebelah timurnya. Kecuali beberapa kemiripan bentuk-bentuk morfologinya,
juga adanya produk vulkanisme yang banyak tufa asam, seperti halnya tufa
lempung yang asam.
a.
Pola
Struktur
Berdasarkan
data gayaberat,seismic, citra Landsat/foto udara pengamatan di lapangan, di
Jawa Barat ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
- Arah
baratlaut-tenggara
- Tmur-barat
- Utara-selatan
(dominan)
Namun
berdasarkan citra Landsat dan sebaran episentrum gempa, ada satu lagi yaitu
arah timurlaut-baratdaya yang menonjol di sudut baratdaya Pulau Jawa
(Cimandiri/Sukabumi).
Pola
baratlaut-tenggara hanya dapat direkam dengan gayaberat, yang berarti letaknya
dalam dan mungkin hingga batuan dasar. Pola sesar ditafsirkan sebagai
kelanjutan tektonik tua Sumatra. Pola berarah barat-timur umumnya berupa sesar
naik ke arah utara dan melibatkan sedimen Tersier. Sedangkan yang berarah
utara-selatan di bagian Utara Jawa , dari data seismic Nampak memotong batuan
Tersier, ternyata juga mengontrol bedrock. Memisahkan segmen Banten dari bogor
dan pegunungan selatan.
b. Satuan-satuan Tektonik
Batuan
tertua tersingkap di Jawa Barat adalah batuan berumur eosen awal di Ciletuh
yang berupa olisostrom. Satuan ini berhubungan secara tektonis dengan batuan
ofiolit yang mengalami breksiasi dan serpentinisasi pada jalur-jalur kontaknya.
Batuan ofiolit tersebut ditafsirkan merupakan bagian dari melange yang
mendasari olisostrom.
Satuan
tektonik lainnya adalah jalur magma tersier. Sepanjang jalur pantai selatan
pulau Jawa, terdapat kumpulan batuan vulkanik yang dinamakan formasi Andesit
tua “old andesite formation” yang berumur oligosen-miosen awal. Di
Jabar, bagian dari formasi ini disebut formasi Jampang. Ciri-ciri batuannya
merupakan endapan aliran gravitasi seperti lava dan kadang-kadang
memperlihatkan struktur bantal.
Penelitian
terhadap sebaran dan umur batuan vulkanik Tersier lainnya di Jawa Barat,
ternyata Jalur Magma Tersier jauh lebih luas lagi, yaitu hampir meliputi
seluruh bagian tenggara Jawa Barat. Dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa
kegiatan vulkanik selama Tersier ini bermula di Selatan Jawa (miosen awal) dan
kemudian secara berangsur bergeser ke utara.
Satuan
tektonik lainnya adalah jalur magma atau vulkanik kwarter , menempati bagian
tengah Jawa Barat atau dapat juga dikatakan berlawanan dengan Jalur Magmatik
Tersier muda.
c.
Mandala
Sedimentasi
Didasarkan
pada mayoritas ciri sedimen, Soedjono (1984) membagi daerah Jabar menjadi 3
mandala sedimentasi, yaitu mandala paparan kontinen yang terletak di utara,
diikuti oleh Mandala Cekungan Bogor di bagian tengah, dan ke arah barat
terdapat mandala Banten.
Mandala
paparan kontinen bertepatan dengan zona stratigrafi dataran pantai utaranya Van
Bemmelen. Dicirikan oleh pola pengendapan paparan, umumnya terdiri dari endapan
gamping, lempung dan pasir kwarsa serta lingkungan pengendapannya dangkal. Kedalamannya
mencapai lebih dari 5000m. Mandala Cekungan Bogor meliputi beberapa zona
fisiografi Van Bemmelem (1949), yakni Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona
Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan “aliran
gravitasi” yang sebagian besar terdiri dari fragmen batuan beku dan sedimen,
seperti andesit, tufa dan gamping. Ketebalannya mencapai 7000m. Mandala
sedimentasi Banten mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan Mandala Bogor dan
Paparan Kontinen.
2.2.5
Tatanan Tektonik Jawa Tengah
Secara
fisiografi, jawa tengah dibagi menjadi 4 bagian:
- Dataran
pantai selatan
- Pegunungan
serayu selatan
- pegunungan
serayu utara, dan
- Dataran
pantai utara
Salah satu
batuan tertua di pulau jawa tersingkap di jawa tengah tepatnya di daerah sungai
LOH-ULO.
a. Pola struktur
Pola struktur di jawa tengah memperlihatkan adanya 3 arah utama
yaitu baratlaut-tenggara, timurlaut-barat daya, timur-barat. Di
daerah loh ulo dimana batuan pra-terser dan tersier tersingkap dapat dibedakan
menjadi 2 pola struktur utama yaitu arah timurlaut-baratdaya, dan
barat-timur. Hubungan antar satu batuan dengan yang lainnya mempunyai
lingkungan dan ganesa pembentukan yang berbeda yang terdapat didalam
mélange.
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pola yang arah
timurlaut-baratdaya yang sangat dominan didaerah ini. Data gaya berat dari
untung dan sato 1979, sepanjang penampang utara-selatan melalui bagian tengah
jawa tengah dan dilengkapi dengan data geologi
permukaan memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok pada
urut-urutan lapisan miosen antara bagian utara dan bagian selatan jawa tengah.
Bagian utara jawa tengah urut-urutan lapisan miosen sebagian besar
terdiri dari endapan laut dalam yang berupa kipas-kipas turbidit. Jenis endapan
tersebut menyebar sampai hampir dekat cilacap. Tetapi keselatannya
stratigrafinya berubah dan didominasi oleh endapan laut dangkal dengan
lingkungan yang tenang seperti batu pasir dan batugamping.
b. Satuan-satuan tektonik
Batuan tertua dijawa tengah tersingkap di dua tempat yaitu di loh-ulo dan
di Bayat (pegunungan jiwo, selatan kota klaten). Batuan yang berumur kapur itu
bercampur aduk, terdiri dari ofiolit, sedimen laut dalam, batuan malihan
berderajat fasies sekis hijau yang tercampur secara tektonik dalam masa dasar
serpih sampai batu sabak dengan bongkah-bongkah batu pasir greywackey yang
termalihkan, masa dasarnya memperlihatkan bidang-bidang belah gerus dengan arah
sama.
2.2.6 Tatanan
Tektonik Jawa Timur
Indentasi Jawa Timur, seperti halnya indentasi Jawa Tengah, dicirikan
oleh hilangnya Pegunungan Selatan Jawa dan hadirnya depresi.
Depresi ini kini diduduki kota Lumajang dan merupakan wilayah pengaliran
sungai-sungai yang berasal dari kedua dataran tinggi di sebelah barat dan timur
depresi. Kehadiran Pulau Nusa Barung tepat di tengah indentasi selatan ini
sangat menarik, posisinya sama dengan Tinggian Karangbolong pada sistem
indentasi Jawa Tengah, lebih-lebih lagi pulau ini pun disusun oleh batu gamping
Miosen yang ekivalen dengan batu gamping di Karangbolong. Batuan pra-tersier
tidak tersingkap di daerah Jawa Timur. Bagian tengahnya ditempati oleh jalur
volkanik kwarter.
Satuan-satuan
fisografi yang dapat dibedakan terdiri dari (selatan ke utara)
a. Pegunungan
Selatan
b. Jalur
Depresi Tengah
c. Jalur
Kendang
d. Depresi
Randublatung
e. Zona
Rembang yang dapat diteruskan ke pulau Madura
Pegunungan Selatan di Jawa Timur berkembang sebagai fasies volkanik dan
karbonatan yang berumur Miosen. Di sebelah utara dari jalur volkanik kwarter
adalah jalur Kendeng yang terdiri dari endapan Tersier yang agak tebal. Menurut
Genevraye dan Samuel (1972), tebalnya lapisan Tersier di sini mencapai beberapa
ribu meter. Dekat kota Cepu daerah ini terlipat dan tersesarkan dengan kuat. Di
beberapa tempat lapisan-lapisan itu bahkan terpotong-potong oleh
sesar naik dengan sudut kemiringan yang kecil.
Apakah indentasi Jawa Timur merupakan miniatur indentasi Jawa Tengah?
Sebagian ya, tetapi sebagian lagi tidak. Beberapa pola indentasi Jawa Tengah
dapat diterapkan di sini. Pegunungan Selatan di wilayah ini tenggelam. Depresi
Lumajang diapit dua sesar besar di sebelah barat dan timurnya. Dua sesar besar
ini telah memutuskan dan mengubah kelurusan jalur gunungapi Kuarter di Jawa
Timur. Dua sistem sesar besar pembatas Depresi Lumajang merupakan penyebab
terjadinya indentasi dan depresi tersebut.
Apakah sistem sesar besar itu merupakan pasangan sesar besar sinistral
(BD-TL) dan dextral (BL-Tenggara) seperti halnya indentasi Jawa
Tengah ? Ini akan memuaskan untuk menjawab munculnya Pulau Nusa Barung di
tengah Pegunungan Selatan yang tenggelam, dan tenggelamnya Selat Madura di
sebelah utara indentasi Pasuruan-Situbondo. Tetapi, ini sulit untuk menerangkan
terjadinya kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan yang utara-selatan
di Kompleks Semeru-Tengger di sebelah barat Depresi Lumajang dan kelurusan
utara-selatan gunungapi Argopuro-Kukusan di Kompleks Iyang (Yang, Ijang) di
sebelah timur Depresi Jawa Timur.
Keberadaan sesar besar utara-selatan sedikit melengkung menghadap depresi
Lumajang adalah penyebab indentasi dan depresi Lumajang. Sesar besar ini dapat
menjelaskan kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan. Puncak-puncak gunung
ini tersebar utara-selatan. Bila kita berdiri di puncak Penanjakan (2775 m)
sebelah utara Bromo (2329 m), maka melihat ke utara akan nampak laut
Selat Madura, melihat ke selatan akan nampak gunung Bromo dan Semeru. Kelurusan
ini membuat masyarakat Tengger menyucikan ketiga gunung yang
dianggapnya sebagai atap dunia itu.
Sebenarnya, di bawah ketiga gunung ini terdapat sesar besar yang juga
konon bertanggung jawab telah menenggelamkan Pegunungan Selatan Jawa di wilayah
ini. Sesar besar ini telah diterobos magma sejak Plistosen atas sampai Holosen
menghasilkan gunung-gunung di kawasan Kompleks Tengger. Semacam erupsi linier
dalam skala besar telah terjadi dari selatan ke utara di sepanjang sesar ini
berganti-ganti selama Plistosen sampai Kuarter.
Dari selatan ke utara ditemukan pusat-pusat erupsi sbb. : Semeru,
Jembangan, Kepolo, Ayek-Ayek, Kursi, Bromo, Batok, dan Penanjakan. Yang masih
suka meletus sampai kini adalah Semeru dan Bromo. Danau kawah Ranu Kembolo,
Ranu Pani, dan Ranu Regulo merupakan maar sisa erupsi gunung Ayek2 yang
terletak di antara Kaldera Tengger dan Semeru
Di sebelah barat Depresi Lumajang, yaitu di Kompleks Iyang, terdapat juga
sesar besar utara-selatan walaupun tak sepanjang sesar besar di bawah Tengger
dan sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang. Gunung tua Iyang (Plistosen
atas) terbelah mengikuti rekahan utara-selatan. Rekahan ini juga menjadi
pusat-pusat erupsi gunung di Kompleks Iyang, yaitu: gunung Malang (2008 m),
Kukusan (2200 m) dan Cemorokandang (2223 m). Di tengah sesar rekahan ini kini
gunungapi Kuarter Argopuro (3088 m) berlokasi.
Tentang kejadian kaldera pasir Tengger, van Bemmelen (1937 : The
volcano-tectonic structure of the Residency of Malang, De Ingenieur in Ned.
Indie, 4,9,IV,p. 159-172) punya teori menarik. Kompleks Tengger telah
terobek mengikuti rekahan berbentuk sabit yang melengkung cekung ke utara. Oleh
retakan ini sayap utara kompleks Tengger tenggelam dan runtuh ke utara.
Runtuhnya atap dapur magma menyebabkan aliran lava basaltik dalam jumlah besar
yang menyebar seperti delta di kedua ujung robekan. Peristiwa ini telah menelan
bagian atas puncak Tengger, sehingga membentuk kaldera Tengger yang diisi pasir
volkanik. Runtuhnya Tengger ini akibat berat materi volkaniknya sendiri yang
membebani batuan dasarnya yang berupa sediment marin Tersier yang
plastis. Bagian utara kompleks Tengger runtuh dan lengser ke utara
menuju depresi Selat Madura yang sedang tenggelam.
Kompresi ke utara akibat runtuhan ini telah menekan bagian utara pantai
Jawa Timur yang kini berupa perbukitan di Grati dan Semongkrong di sekitar
Pasuruan. Bukit-bukit ini anomali sebab terjadi di sekitar pantai utara yang
ditutupi sediment alluvial pantai. Model volkano-tektonik runtuhan
seperti ini juga dipakai van Bemmelen untuk menerangkan
kejadian bukit-bukit Gendol di dekat Menoreh yang berasal dari
runtuhan sayap Merapi ke sebelah baratdaya.
2.3 Geologi Pulau Jawa
Beberapa
gejala geologi yang agak berlainan dengan di Sumatra adalah:
1.Produk
gunung api muda mempunyai susunan yang lebih basa bila dibandingkan
dengan di Sumatra.
2.Gunung api berumur Tersier Akhir
kebanyakan terletak atau bertengger di atas endapan marin berumur Neogen, sedangkan di Sumatra
terletak di atas batuanPra-Tersier
3.Batuan dasar di
Pulau jawa terdiri dari komplek mélange berumur Kapur-Tersier Awal
4.Di Pulau jawa tidak dijumpai adanya
tanda-tanda unsure kerak benua
2.3.1 Konsep Dasar Pulau Jawa
Menurut para ahli bumi, batuan dasar
(atau dikenal dengan nama Basement) di Pulau Jawa terbentuk antara tahun 70-35
juta tahun sebelum masehi. Batuan ini
tersusun oleh batuan malihan (matamorfik), serta batuan beku. Ahli geologi ini
sudah lama meneliti Pulau Jawa dan tidak pernah menemukan batuan yg berumur
lebih tua dari 50juta tahun lalu.
Jawa Barat usia
batuan dasarnya lebih tua dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, mengapa ? Karena
basement (batuan dasar) di Jawa Timur tebentuk pada tahap-tahap akhir setelah
ditubruk lempeng Australia dan numpuk-numpuk membentuk basement di Jawa Timur.
Pada 20 juta
tahun sebelum masehi, zona tubrukan lempeng Australia dengan lempeng Asia
terkunci dan menyebabkan menunjamnya lempeng Australia dibawah lempeng Asia.
Penunjaman ini yg berlangsung hingga sekarang dan menyebabkan munculnya
gunung-gunung api disebelah barat Pulau Sumatra dan juga sebelah selatan Pulau
Jawa.
Pada waktu itu
Jawa Tengah dan Jawa Timur berupa lautan karena kalau dilihat di selatan Pulau
Jawa banyak dijumpai gunung gamping. Gamping itu dulunya terumbu karang yang
hidup dan adanya di laut. Kalau sekarang contohnya ya Pulau Seribu itu atau
kalau yang besar Great Barier di sebelah timut Australia. Dengan logika yang
sederhana seperti itulah maka ahli kebumian ini tahu bahwa pegunungan selatan
Jawa, termasuk Batugamping di Wonosari itu, dahulunya adalah lautan.
Lima juta tahun
yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau di Indonesia sudah mirip dengan
yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah “ditumbuhi” gunung-gunung
api yg masih aktif hingga saat ini. Termasuk Gunung Merapi yang sangat aktif
kemaren itu. Patahan-patahan di sumatra masih saja bergerak, juga saat itu
patahan-patahan Jawa mulai terbentuk dan semakin jelas.
Dibawah ini bisa lihat patahan-patahan
di Jawa saat ini..!!!
Patahan di
Jakarta, juga patahan Opak, Patahan Grindulu, Patahan Cimandiri, dan juga
patahan-patahan kecil lainnya. Yang digariskan warna merah adalah patahan
hingga ke batuan dasar, sedangkan yang warna hijau adalah patahan yang terlihat
dipermukaan saat ini.
2.3.2 Geologi
dan Geofisika Banten
Definisi geologi dan geofisika propinsi banten
adalah sbb :
- Di daerah Selat Sunda terdapat ujung dari patahan atau Sesar Sumatra (Semangko) yang merupakan sesar geser aktif sepanjang 1650 km dengan pergerakan lateral antara 20 – 25 km dan percepatan horizontal 6 cm/th.
- Karakter geologi & geofisika Prop.Banten, sbb :
- Terdapat beberapa gunung berapi diantaranya G.Anak Krakatau dan G Condong
- Terdapat mata air panas di sekitar Rawa Danau
- Terdapat beberapapatahan atau sesar
- Mempunyai tingkat kegempaan tinggi
- Jenis batuan yang ada digolongkan dalam batuan undifferentiated volcanis product, pliocene-sedimentary, alluvium, miocene-volcanic facies, pleistocene-sedimentary facies, andesit.
2.3.3 Geologi
dan Geofisika Jawa Timur
Penelitian Geofisika dengan metode
Gayaberat telah dilakukan di daerah Cekungan Jawa Timur bagian utara yang
meliputi wilayah Bojonegoro dan Tuban. Pengukuran data gayaberat sebanyak 270
titik ukur diperoleh pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 pengukuran sebanyak
180 titik. Dari data tersebut telah dibuat peta kontur Bouguer anomali. Dari
peta anomali Bouguer ini dapat dikelompokkan tiga kelompok anomali, yaitu :
1. Kelompok anomali rendah 38 mGal dijumpai di
bagian utara daerah penelitian di sekitar daerah Tuban.
2.
Kelompok anomali tinggi dijumpai berarah Timur- barat dan membelok ke arah
Baratlaut- tenggara (E-W-NW).
3.
Kelompok anomali sisa diperoleh dengan metoda polinomial dari orde 1 hingga
orde 4 yang memperlihatkan adanya konsistensi kelurusan struktur dengan arah
Barat-Timur yang melewati Tuban dan diduga merupakan sesar normal yang
berkembang menjadi Sesar geser mengiri pada daerah inverted zone yang
kemungkinan berhubungan dengan RMKS fault Zone.
Berdasarkan peta anomali sisa dan
Bouguer anomali rendah pola kontur yang melingkar dijumpai di daerah Soka
hingga Babat dan Senon wilayah Bojonegoro ini diduga cerminan dari batuan
sedimen yang cukup tebal dan berdensitas rendah. Anomali sedang dijumpai
menyebar di daerah penelitian. Dari daerah montong ke arah baratdaya dijumpai
anomali sedang yang berbentuk nose structure yang berada diantara anomali
rendah. Dalam kontek aliran fluida, pola anomali Bouguer yang berbentuk
demikian kemungkinan dapat merupakan tempat akumulasinya fluida secara
konvengen.
Berdasarkan data regional (geologi
dan gayaberat) daerah kajian berada dalam anomali Bouguer positif dan pola nose
structure tersebut berada di atas F. Tawun-F. Ngrayong yang mempunyai sejarah
erosi yang panjang, diduga di bawah daerah ini masih dijumpai satuan batuan
Formasi Kujung (Prupuh chalk dan Kranji mudstone).
Daerah penelitian meliputi wilayah
Propinsi Jawa Tengah bagian timur dan Jawa Timur. Di Jawa Tengah penelitian
lapangan batuan paleogen dan batuandasar Pra-Tersier dilakukan di daerah
karangsambung, Nanggulan, dan Bayat (Kabupaten Klaten), sedangkan di Jawa Timur
penelitian batuan Paleogen dan batuan dasar Pra-Tersier didasarkan pada data
sumur dan data seismik. Daerah Jawa bagian timur dipilih sebagai daerah
penelitian karena keunikannnya sebagai tempat terjadinya perubahan zona
subduksi Neogen yang berarah timur-barat. Penelitian ini menghasilkan peta geologi dan stratigrafi baru daerah
Karangsambung. Stratigrafi baru ini memunculkan tiga satuan batuan baru.
Hasil penemuan
penelitian ini, yang diusulkan sebagai :
- "Formasi Bulukuning" - berumur Eosen Awal,
- "Komplek Larangan" - berumur Eosen Akhir, dan
- "Anggota Breksi Mondo Formasi Totogan" - berumur Oligosen.
Ketiga satuan baru ini oleh peneliti
terdahulu depetakan sebagai bagian dari Komplek Malange Luk Ulo.
Hadirnya Formasi Bulukuning yang
berumur Eosen Awal menunjukkan bahwa pada saat formasi ini diendapkan proses
subduksi komplek Malange Luk Ulo sudah tidak aktif dan bagian utaranya berubah
menjadi cekungan laut dangkal dimana Formasi Bulukuning diendapkan, sementara
di bagian yang lain, di bagian selatan, masih terdapat daerah bekas palung
subduksi kapur yang berupa cekungan sempit dan dalam dimana Formasi
Karangsambung dan komplek Larangan diendapkan. Kenampakan terdeformasi Komplek
Larangan, Formasi Karangsambung, dan Formasi Bulukuning menunjukkan bahwa
setelah pengendapan Formasi Karangsambung dan komplek Larangan di daerah Luk
Ulo terjadi deformasi kompresional yang cukup signifikan pada Eosen
Akhir-Oligosen Awal.
Hasil penelitian menunjukkan
himpunan batuan Pra-Tersier Komplek bayat berbeda dengan Komplek Melange Luk
Ulo, Karangsambung. Batuan Pra-Tersier Luk Ulo, merupakan Malange tektonik
komplek akresi, produk khas subduksi lempeng samudera yang dicirikan oleh
percampuran tektonik berbagai ukuran dan jenis blok batuan dalam masadasar
lempung dan mengandung komponen oceanic plate stratigraphy (OPS).
Singkapan Komplek Bayat didominasi
oleh batuan metamorf derajat rendah-menengah berupa filit dan sekis dengan
komposisi kalsit antara 15-60% (calcareous phyllite dan calcareous schist).
tidak dijumpainya himpunan batuan OPS dan terdapatnya calcareous phyllite dan
calcareous schist menunjukkan batuan asal (protolit). Komplek bayat adalah
batuan sedimen yang mengandung karbonat yang berasosiasi dengan batuan sedimen
terigen (asal darat) yang berasosiasi dengan lingkungan kontinen.
Provenan batupasir daerah Luk Ulo,
Karangsambung umumnya berada di recycled oregen, sub-zona foreland unplift.
Sedangkan batupasir Eosen dari ketiga daerah lainnya (Nanggulan, Bayat, dan
Cekungan Jawa Timur) menunjukkan kemiripan provenan, yakni di continental
block, sub-zona craton interior. Hasil analisis ini, menunjukkan bahwa batuan
dasar daerah karangsambung berbeda dibandingkan batuan dasar ketiga daerah
tersebut, hasil ini mendukung pendapat bahwa Jawa bagian Timur batuan dasarnya
bersifat kontinental dan disebut mikrokontinen Jawa Timur.
Evolusi tektonik daerah penelitian
sejak kapur hingga Oligosen (Paleogen Akhir) dapat dibagi menjadi tiga periode,
yaitu :
·
Periode pertama, berlangsung pada Kapur akhir sampai
Paleosen ketika subduksi Lempeng Samudera Indo-Australia pada zona subduksi
Ciletuh-Karangsambung-Meratus berhenti karena tumbukan Mikrokontinen
Pasternoster, belum menumbuk dan di depannya masih terdapat sisa morfologi
palung di daerah Karangsambung. Periode ini ditandai dengan terjadinya
pengangkatan pada Paleosen yang membentuk ketidakselarasan regional antara
batuan Pra-Tersier dengan batuan Tersier.
·
Periode kedua, berlangsung pada Eosen adalah
periode regangan ditandai oleh pembentukkan cekungan-cekungan Paleogen. Di daerah
penelitian cekungan terbentuk di daerah komplek akresi dan di bekas palung yang
menghasilkan endapan olistostrom Formasi Karangsambung dan komplek Larangan. Di
daerah tepi selatan Mikrokontinen Jawa Timur berkembang Cekungan Nanggulan dan
Bayat.
·
Periode ketiga, terjadi pada Oligosen, ketika di
daerah Luk Ulo Formasi Karangsambung dan Komplek Larangan terdeformasi akibat
tumbukan Mikrokontinen Jawa Timur. Disamping mengakibatkan gejala tumbukan di
daerah Luk Ulo, secara regional subduksi ini menghasilkan busur volkanik
Oligosen yang membentuk sebagain besar morfologi Pegunungan Selatan jawa.
2.3.4
Geologi dan Geofisika Jawa Barat
Jawa Barat merupakan daerah yang
lebih sering dan lebih banyak mengalami gangguan longsor jika dibandingkan
dengan daerah Jawa yang lain. Gangguan tersebut menjadi terasa sekali akibatnya
karena adanya unsur manusia dengan kegiatannya yang terkena oleh gerakan
longsor atau longsoran, seperti jiwa manusia, rumah, jalan raya dan jalan
kereta api, sawah dan ladang, peternakan, saluran irigasi dan sebagainya.
Macam-macam longsoran telah terjadi tetapi kelompok longsoran yang terbanyak
adalah lawina bahan rombakan (debris avalanche), luncuran bahan rombakan
(debris slide), dan nendat (slump); kemudian menyusul aliran tanah (earth
flow), aliran lumpur (mud flow), pengocoran pasir (sand run), dan gelinciran
bongkah (block glide).
Dalam lawina bahan rombakan (debris
avalanche), peluncuran bahan rombakan (debris slide), aliran tanah (earth
flow), dan aliran lumpur (mud flow) terdapat pengaruh yang besar dari tanah
pelapukan dan hasil rombakan.rnDaerah longsoran yang dikelompokkan atas dasar
kondisi geologi dan proses yang mempengaruhi dapat digolongkan atas :
a.
Daerah longsoran yang terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas dan
konsistenst batuan penutup dengan batuan dasarnya; umumnya terdapat pada batas
antara batuan tuf gunungapi muda dengan batuan sedimen Tersier.
b.
Daerah longsoran pada endapan sedimen Tersier yang kurang konsisten, dan
terlipat kuat; umumnya pada jalur Bogor.
c.
Daerah longsoran pada endapan sedimen marin yang terangkat atau terlipat
kuat-kuat; umumnya pada jalur Pegunangan Selatan Jawa Barat.
d.
Lain-lain Pengaruh sesar longsoran yang tampak adalah pada breksi milonit, yang
dapat dipersamakan sifatnya dengan bahan rombakan sehingga dapat menyebabkan
kelabilan tanah.
Pengaruh gempa tektonik dan volkanik
terhadap longsoran kurang menunjukkan adanya hubungan yang nyata meskipun hal
tersebut sangat masuk akal.
Longsoran dipengaruhi pula oleh factor :
·
Ketajaman sudut lereng
·
Curah hujan
·
Aliran
·
Vegetasi
·
Hasil kegiatan manusia seperti penggalian dan
sebagainya yang memperbesar sudut setempat.
Interpretasi kestabilan wilayah
terhadap longsor dibuat berdasarkan peta sudut lereng, keadaan geologi, dan
intensitas terjadinya gerakan. Wilayah kestabilan dibagi dalam :
1) Daerah stabil,
2) Daerah mungkin
bergerak, dan
3) Daerah labil.
No comments:
Post a Comment