Monday, May 15, 2017

Fisiologi, Tektonik, dan Geologi Pulau Jawa


2.1       Fisiografis Pulau Jawa


Pulau Jawa memiliki sifat fisiografi yang khas, dan hal ini disebabkan karena beberapa keadaan. Satu di antaranya adalah iklim tropis, disamping itu ciri-ciri geografisnya disebabkan karena merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak vulkanisme yang kuat. Karena kekuatan inilah mengakibatkan Pulau Jawa berbentuk memanjang dan sempit.



Perubahannya dalam bagian-bagian tertentu sepanjang dan searah dengan panjangnya pulau, dari tepi satu ke tepi yang lainnya. Sifat relief yang disebabkan oleh iklim tropis sudah diketahui dan dipetakan di Indonesia. Curah hujan yang besar dan temperatur yang tinggi menyebabkan pelapukan yang cepat dan intensif, juga denudasi, gejala yang mengikuti adalah erosi vertikal.

Perbedaan topografi yang disebabkan adanya perbedaan batu-batuannya nampak kurang jelas bila dibandingkan dengan daerah iklim lain, meskipun lembah kecil mempunyai tebing yang curam. Akibatnya banyak hujan berarti banyak air yang harus dibuang, sehingga banyak parit alam (guliy) yang begitu rapat.

Karena banyaknya parit-parit yang rapat tersebut topografinya terkikis-kikis. Akibatnya sisa-sisa permukaan yang dulu pernah terangkat hilang dalam waktu yang singkat.Sebaliknya peneplain dan lain-lain yang permukaannya datar juga terbentuk dalam waktu yang singkat dari pada iklim yang lainnya. Dalam hal ini mungkin mengherankan mengapa topografi Pulau Jawa semuanya belum merupakan peneplain? Hal ini karena erosi dan denudasi dapat diimbangi orogenesa muda dan epirogenesa yang masih bergerak, yang mana gerak pelipatan masih terus berlangsung dalam sebuah periode dari era pleistosen, tapi di balik itu semua gunung berapi banyak mengeluarkan bahan-bahan material yang lebih banyak daripada apa yang dihasilkan oleh gejala erosi pada permukaan tanah.

2.1.1          Proses Pembentukan Pulau Jawa

Proses pembentukan pulau jawa dapat di jelaskan sebagai berikut:

1.        Pengaruh gerak lempeng

Ketika kala kapur hingga oligosen tengah diperkirakan busur vulkanis terbentuk di laut jawa dan satu busur vulkanis terbentuk di daratan Pulau Jawa. Busur non vulkanis diperkirakan berumur eosen, tersusun oleh fragmen kerak bumi yang tertimbun pada jalur subduksi dan mengandung kwarsa. Antar busur vulkanis dan non vulkanis terdapat cekungan busur luar yang relatif dalam, terletak di sekitar pantai utara Jawa. Akhir miosen dan oligosen terjadi perubahan tegas yaitu jalur subduksi bergeser ke selatan.


Busur vulkanis diperkirakan di pantai selatan Jawa sekarang. Gunung api muncul di dasar laut membentuk deretan gunung api. Aktifitas vulkanik ini merupakan tahap pertama pembentukan pulau Jawa. Satu busur gunung api dengan laut dangkal yang luas sampai Kalimantan (sampai pliosen tengah). Busur dalam bergerak ke utara hingga pantai utara jawa, laut dangkal mengalami pengangkatan membentuk daratan sehingga sedimen marin muncul ke atas permukaan laut. Akhir pliosen diperkirakan Pulau Jawa sering tenggelam yang muncul hanya perbukitan di bagian selatan Jawa.

2.        Pengaruh Iklim

Sebelumnya pada zaman tersier iklim wilayah Indonesia merupakan iklim tropis lembab dengan suhu rata-rata pertahun lebih tinggi dari sekarang. Pengaruh iklim tersebut berpengaruh pada proses pelapukan, erosi, abrasi, dan gerak masa batuan, yang sangat menentukan bentukan geomorfologis dan pembentukan tanah.

Fisiografi Jawa pada dasarnya dapat dibedakan menjadi tiga zona pokok memanjang sepanjang pulau, walaupun banyak yang tidak utuh. Ketiga zona ini sangat berbeda karakteristiknya baik di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Di bagian tengah dari pulau dan lingkungan bagian yang paling barat jalur dari zona-zona tersebut nampaknya kurang jelas, menunjukan adanya perubahan-perubahan.

2.1.2        Penggolongan Zona Fisiografi Jawa

Zona fisiografi di jawa dapat digolongkan sebagai berikut:

1.        Zona selatan,
Kurang lebih berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju Laut Hindia dan di sebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang zona ini begitu terkikis sehingga kehilangan bentuk platonya. Di Jawa tengah bagian dari zona ini telah ditempati oleh dataran aluvial.
2.        Zona tengah,
Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Ditempat-tempat tersebut muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah sebagian dari zona tengah ditempati oleh rangkaian pegunungan serayu selatan, berbatasan disebelah utaranya dengan depresi yang lebih kecil, lembah serayu. Juga di bagian paling barat daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan.
3.        Zona utara,
Terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan dengan dataran aluvial.

Sifat Ketiga Zona dari Sudut Geologi:

1.        Zona Selatan
Di zona selatan ini lapisan yang lebih tua terdiri dari endapan vulkanis yang tebal (breksi tua) dan bahan-bahan endapan (seperti tanah anulatus) yang terlipat pada waktu periode miosen tengah. Di bagian selatan zona ini mengalami lipatan sedikit saja, tetapi lipatan ini menjadi lebih kuat dekat batas sebelah utara. Daerah ini merupakan daerah peralihan ke zona tengah. Bagian ini ditutupi secara tidak selaras (unconform) oleh bahan-bahan yang tidak terlepas dari miosen atas.

Di banyak tempat lapisan ini telah dipengaruhi gerakan miring (tilted). Dibeberapa tempat dasar (alas/bed) miosen atas ini terdiri dari batuan kapur yang mempunyai pengaruh yang sangat nyata pada topografi. Endapan yang lebih muda dari miosen muda mungkin pleistosen tua hampir tidak ada.

2.        Zona Tengah
Seperti di Jawa Timur zona ini ditempati oleh depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda. Sifat geologisnya hanya dapat dilihat dari Jawa Tengah dan Jawa Barat. Gerakan orogenesa miosen tengah dan miosen muda sangat kuat (terkuat) di zona ini dan sering menyebabkan lipatan menjungkir atau membentuk struktur yang menjorok menyebabkan batuan tertier juga lapangan pretertier tertutup. (Pegunungan Jiwo, daerah Lekulo di Jawa Tengah, Pegunungan Raja Mandala, Lembah Cimandiri dan Banten bagian selatan).
Pada periode neogene terdapat juga beberapa lapisan tak selaras dan sedikit lipatan yang terjadi pada atau setelah akhir neogen. Pegunungan berapi dan gerakan lipatan yang terdapat didepresi tengah menyebabkan terbentuknya topografi-topografi yang khas.

3.        Zona Utara
Di zona ini lapisan neogen muda lebih tebal dibanding zona lainnya, dan ini adalah inti dari gerakan geosinklinal muda. Lipatan yang lebih tua terjadi sejak dari periode miosen atas. Lipatan ini nampak lebih jelas dari zona tengah tetapi juga dapat dilihat di zona utara dari jawa tengah. Di lain tempat pengendapan bahkan mungkin berlangsung selama periode miosen tengah dan miosen atas.
Di igir Pegunungan Kendeng (Jawa Timur) pengendapan pada geosinklinal berjalan terus sampai pleistosen tengah. Selama pleistosen tengah orogenesa dihasilkan dari lipatan yang keras dengan lipatan yang terbalik (upturned fold and thrust). Lebih menuju ke periode kwarter mungkin dapat dilihat tetapi pelipatan pleistosen tengah berjalan terus dan menonjol.
Di jawa barat gerakan pelipatan utama terjadi pada permulaan pleistosen kemudian diikuti oleh gerakan lipatan yang lemah setelah periode igir pleistosen tua. Di sebelah utara igir Pegunungan Kendeng di Jawa Timur, terdapat jalur yang tidak mempunyai lanjutan di Jawa Tengah dan di Jawa Barat tetapi bagian ini memanjang ke timur ke Madura. Bagian yang terdapat di bagian sebelah utara igir Pegunungan Kendeng ini disebut Perbukitan Rembang.
Di daerah ini lapisan neogen jauh lebih tipis daripada di Pegunungan Kendeng dan terdiri sebagian dari batuan kapur. Zona ini terletak di sebelah utara dari poros geosinklinal neogen, membentuk daerah peralihan antara masa dataran yang sekarang ditempati oleh Laut Jawa yang terjadi pada zaman miosen dengan poros Pegunungan Kendeng itu sendiri. Beberapa pengendapan berjalan terus selama periode atau bagian dari era pleistosen, selama mana gerakan lipatan sedikit mengakhiri pengendapan.

2.2  Tatanan Tektonik Pulau Jawa
Pulau Jawa berada di tepi tenggara Daratan Sunda (Sundaland). Pada Daratan Sunda ini terdapat dua sistem gerak lempeng; Lempeng Laut Cina Selatan di utara dan Lempeng Samudera Hindia di selatan. Lempeng Laut Cina Selatan (Eurasia) bergerak ke tenggara sejak Oligosen (Longley, 1997), sedangkan Lempeng Samudera Hindia yang berada di selatan bergerak ke utara sejak Mesozoikum dan menunjam ke bawah sistem busur kepulauan Sumatra dan Jawa (Liu dkk., 1983). 
Pulau jawa yang terlihat saat sekarang adalah akibat adanya pergerakan dua lempeng yang bergerak saling mendekat dan mengalami tabrakan, dimana proses tersebut relatif bergerak menyerong (oblique) antara lempeng samudra hindia pada bagian barat daya dan lempeng Benua Asia bagian tenggara (eurasian), dimana lempeng samudra hindia akan menyusup ke lempeng asia tenggara. Pada zone subduksi akan dihasilkan palung jawa (Java trench) dengan pergerakan relatif 7 cm/tahun. Pada zone subduksi terdiri dari “Acctionary Complex ” yang materialnya secara garis besar dari lantai samudra india pada busur muka Jawa.

2.2.1 Unsur Tektonik Pembentuk Pulau Jawa
Unsur-unsur tektonik yang membentuk Pulau Jawa adalah:
1.      Jalur subduksi Kapur-Paleosen yang memotong Jawa Barat, Jawa Tengah dan terus ke timurlaut menuju Kalimantan Tenggara
2.      Jalur magma kapur di bagian utara Pulau Jawa
3.      Jalur magma Tersier yang meliputi sepanjang pulau terletak agak ke bagian selatan
4.      Jalur subduksi Tersier yang menempati punggungan bawah laut di selatan pulau Jawa
5.      Palung laut yang terletak di selatan pulau Jawa dan merupakan batas dimana lempeng/ kerak samudra menyusup ke bawah pulau Jawa (jalur subduksi sekarang).

2.2.2 Perkembangan Tektonik Pulau Jawa

Perkembangan tektonik pulau Jawa dapat dipelajari dari pola-pola struktur geologi dari waktu ke waktu. Struktur geologi yang ada di pulau Jawa memiliki pola-pola yang teratur. Secara geologi pulau Jawa merupakan suatu komplek sejarah penurunan basin, pensesaran, perlipatan dan vulkanisme di bawah pengaruh stress regime yang berbeda-beda dari waktu ke waktu.

Secara umum, ada tiga arah pola umum struktur yaitu arah Timur Laut–Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, arah Utara–Selatan (N-S) atau pola Sunda dan arah Timur–Barat (E-W). Perubahan jalur penunjaman berumur kapur yang berarah Timur Laut – Barat Daya (NE-SW) menjadi relatif Timur–Barat (E-W). sejak kala Oligosen sampai sekarang telah menghasilkan tatanan geologi Tersier di Pulau Jawa yang  sangat rumit disamping mengundang pertanyaan bagaimanakah mekanisme perubahan tersebut. 
Kerumitan tersebut dapat terlihat pada unsur struktur Pulau Jawa dan daerah sekitarnya. Pola Meratus di bagian barat terekspresikan pada Sesar Cimandiri, di bagian  tengah terekspresikan dari pola penyebaran singkapan batuan pra-Tersier di daerah Karang Sambung. Sedangkan di bagian timur ditunjukkan oleh sesar pembatas Cekungan Pati, “Florence” timur, “Central Deep”. Cekungan Tuban dan juga tercermin dari pola konfigurasi Tinggian Karimun Jawa, Tinggian Bawean dan Tinggian Masalembo. Pola Meratus tampak lebih dominan terekspresikan di bagian timur. 

Pola Sunda berarah Utara-Selatan, di bagian barat tampak lebih dominan sementara perkembangan ke arah timur tidak terekspresikan. Ekspresi yang mencerminkan pola ini adalah pola sesar-sesar pembatas Cekungan Asri, Cekungan Sunda dan Cekungan Arjuna. Pola Sunda pada Umumnya berupa struktur regangan. Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sesar-sesar dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.

Dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri  Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. 
Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir. Pola Jawa menunjukkan pola termuda dan mengaktifkan kembali seluruh pola yang telah ada sebelumnya (Pulunggono, 1994). Data seismik menunjukkan bahwa pola sesar naik dengan arah barat-timur masih aktif hingga sekarang.

Fakta lain yang harus dipahami  ialah bahwa akibat dari pola struktur dan persebaran tersebut dihasilkan cekungan-cekungan dengan pola yang tertentu pula. Penampang stratigrafi yang diberikan oleh Kusumadinata, 1975 dalam Pulunggono, 1994 menunjukkan bahwa ada dua kelompok cekungan yaitu  Cekungan Jawa Utara bagian barat dan Cekungan Jawa Utara bagian timur yang terpisahkan oleh tinggian Karimun Jawa.
Kelompok cekungan Jawa Utara bagian barat mempunyai bentuk geometri memanjang relatif utara-selatan dengan batas cekungan berupa sesar-sesar  dengan arah utara selatan dan timur-barat. Sedangkan cekungan yang terdapat di kelompok cekungan Jawa Utara Bagian Timur umumnya mempunyai geometri memanjang timur-barat dengan peran struktur yang berarah timur-barat lebih dominan.
Pada Akhir Cretasius terbentuk zona penunjaman yang terbentuk di daerah Karangsambung menerus hingga Pegunungan Meratus di Kalimantan. Zona ini membentuk struktur kerangka struktur geologi yang berarah timurlaut-baratdaya. Kemudian selama tersier pola ini bergeser sehingga zona penunjaman  berada di sebelah selatan Pulau Jawa. Pada pola ini struktur yang terbentuk berarah timur-barat. Tumbukkan antara lempeng Asia dengan lempeng Australia menghasilkan gaya utama kompresi utara-selatan. Gaya ini membentuk pola sesar geser (oblique wrench fault) dengan arah baratlaut-tenggara, yang kurang lebih searah dengan pola pegunungan akhir Cretasisus.
Pada periode Pliosen-Pleistosen arah tegasan utama masih sama, utara-selatan. Aktifitas tektonik periode ini menghasillkan pola struktur naik dan lipatan dengan arah timur-barat yang dapat dikenali di Zona Kendeng.

Meskipun secara regional seluruh pulau Jawa mempunyai perkembangan tektonik yang sama, tetapi karena pengaruh dari jejak-jejak tektonik yang lebih tua yang mengontrol struktur  batuan dasar, khususnya pada perkembangan tektonik yang lebih muda, terdapat perbedaan antara Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

2.2.3    Satuan Tektonik di Pulau Jawa

Secara regional di pulau Jawa dapat dibedakan adanya 3 satuan tektonik, yaitu:
a) Cekungan Jawa Utara, yang terdiri dari cekungan Jawa Baratlaut (NW Java Basin) dan   cekungan Jawa Timurlaut (NE Java Basin)
b)  Daerah cekungan Bogor-Kendeng
c)  Daerah cekungan Pegunungan Selatan




2.2.4 Tatanan Tektonik Jawa Barat

Van Bammelen beranggapan bahwa secara  fisiografis daerah Banten sangat mendekati sifat-sifat pulau Sumatera, apabila dibandingkan dengan bagian sebelah timurnya. Kecuali beberapa kemiripan bentuk-bentuk morfologinya, juga adanya produk vulkanisme yang banyak tufa asam, seperti halnya tufa lempung yang asam.

a.       Pola Struktur

Berdasarkan data gayaberat,seismic, citra Landsat/foto udara pengamatan di lapangan, di Jawa Barat ini dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
- Arah baratlaut-tenggara
- Tmur-barat
- Utara-selatan (dominan)

Namun berdasarkan citra Landsat dan sebaran episentrum gempa, ada satu lagi yaitu arah timurlaut-baratdaya yang menonjol di sudut baratdaya Pulau Jawa (Cimandiri/Sukabumi).

Pola baratlaut-tenggara hanya dapat direkam dengan gayaberat, yang berarti letaknya dalam dan mungkin hingga batuan dasar. Pola sesar ditafsirkan sebagai kelanjutan tektonik tua Sumatra. Pola berarah barat-timur umumnya berupa sesar naik ke arah utara dan melibatkan sedimen Tersier. Sedangkan yang berarah utara-selatan di bagian Utara Jawa , dari data seismic Nampak memotong batuan Tersier, ternyata juga mengontrol bedrock. Memisahkan segmen Banten dari bogor dan pegunungan selatan. 

b.  Satuan-satuan Tektonik
Batuan tertua tersingkap di Jawa Barat adalah batuan berumur eosen awal di Ciletuh yang berupa olisostrom. Satuan ini berhubungan secara tektonis dengan batuan ofiolit yang mengalami breksiasi dan serpentinisasi pada jalur-jalur kontaknya. Batuan ofiolit tersebut ditafsirkan merupakan bagian dari melange yang mendasari olisostrom. 

Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma tersier. Sepanjang jalur pantai selatan pulau Jawa, terdapat kumpulan batuan vulkanik yang dinamakan formasi Andesit tua “old andesite formation” yang berumur oligosen-miosen awal. Di Jabar, bagian dari formasi ini disebut formasi Jampang. Ciri-ciri batuannya merupakan endapan aliran gravitasi seperti lava dan kadang-kadang memperlihatkan struktur bantal. 

Penelitian terhadap sebaran dan umur batuan vulkanik Tersier lainnya di Jawa Barat, ternyata Jalur Magma Tersier jauh lebih luas lagi, yaitu hampir meliputi seluruh bagian tenggara Jawa Barat. Dengan demikian terdapat kemungkinan bahwa kegiatan vulkanik selama Tersier ini bermula di Selatan Jawa (miosen awal) dan kemudian secara berangsur bergeser ke utara.  

Satuan tektonik lainnya adalah jalur magma atau vulkanik kwarter , menempati bagian tengah Jawa Barat atau dapat juga dikatakan berlawanan dengan Jalur Magmatik Tersier muda.

c.       Mandala Sedimentasi
Didasarkan pada mayoritas ciri sedimen, Soedjono (1984) membagi daerah Jabar menjadi 3 mandala sedimentasi, yaitu mandala paparan kontinen yang terletak di utara, diikuti oleh Mandala Cekungan Bogor di bagian tengah, dan ke arah barat terdapat mandala Banten. 

Mandala paparan kontinen bertepatan dengan zona stratigrafi dataran pantai utaranya Van Bemmelen. Dicirikan oleh pola pengendapan paparan, umumnya terdiri dari endapan gamping, lempung dan pasir kwarsa serta lingkungan pengendapannya dangkal. Kedalamannya mencapai lebih dari 5000m. Mandala Cekungan Bogor meliputi beberapa zona fisiografi Van Bemmelem (1949), yakni Zona Bogor, Zona Bandung, dan Zona Pegunungan Selatan. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan “aliran gravitasi” yang sebagian besar terdiri dari fragmen batuan beku dan sedimen, seperti andesit, tufa dan gamping. Ketebalannya mencapai 7000m. Mandala sedimentasi Banten mempunyai ciri-ciri yang serupa dengan Mandala Bogor dan Paparan Kontinen. 

2.2.5 Tatanan Tektonik Jawa Tengah

Secara fisiografi, jawa tengah dibagi menjadi 4 bagian:
- Dataran pantai selatan 
- Pegunungan serayu selatan
- pegunungan serayu utara, dan
- Dataran pantai utara

Salah satu batuan tertua di pulau jawa tersingkap di jawa tengah tepatnya di daerah sungai LOH-ULO.

a.         Pola struktur
Pola struktur di jawa tengah memperlihatkan adanya 3 arah utama yaitu  baratlaut-tenggara, timurlaut-barat daya, timur-barat. Di daerah loh ulo dimana batuan pra-terser dan tersier tersingkap dapat dibedakan menjadi 2 pola struktur  utama yaitu arah timurlaut-baratdaya, dan barat-timur. Hubungan antar satu batuan dengan yang lainnya mempunyai lingkungan dan ganesa pembentukan yang berbeda yang terdapat didalam mélange. 

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pola yang arah timurlaut-baratdaya yang sangat dominan didaerah ini. Data gaya berat dari untung dan sato 1979, sepanjang penampang utara-selatan melalui bagian tengah jawa tengah dan dilengkapi dengan data geologi permukaan  memperlihatkan perbedaan yang sangat mencolok pada urut-urutan lapisan miosen antara bagian utara dan bagian selatan jawa tengah.

Bagian utara jawa tengah urut-urutan lapisan miosen sebagian besar terdiri dari endapan laut dalam yang berupa kipas-kipas turbidit. Jenis endapan tersebut menyebar sampai hampir  dekat cilacap. Tetapi keselatannya stratigrafinya berubah dan didominasi oleh endapan laut dangkal dengan lingkungan yang tenang seperti batu pasir dan batugamping.

b.         Satuan-satuan tektonik 
Batuan tertua dijawa tengah tersingkap di dua tempat yaitu di loh-ulo dan di Bayat (pegunungan jiwo, selatan kota klaten). Batuan yang berumur kapur itu bercampur aduk, terdiri dari ofiolit, sedimen laut dalam, batuan malihan berderajat fasies sekis hijau yang tercampur secara tektonik dalam masa dasar serpih sampai batu sabak dengan bongkah-bongkah batu pasir greywackey yang termalihkan, masa dasarnya memperlihatkan bidang-bidang belah gerus dengan arah sama.

2.2.6 Tatanan Tektonik Jawa Timur

Indentasi Jawa Timur, seperti halnya indentasi Jawa Tengah, dicirikan oleh hilangnya Pegunungan Selatan Jawa dan hadirnya depresi.
Depresi ini kini diduduki kota Lumajang dan merupakan wilayah pengaliran sungai-sungai yang berasal dari kedua dataran tinggi di sebelah barat dan timur depresi. Kehadiran Pulau Nusa Barung tepat di tengah indentasi selatan ini sangat menarik, posisinya sama dengan Tinggian Karangbolong pada sistem indentasi Jawa Tengah, lebih-lebih lagi pulau ini pun disusun oleh batu gamping Miosen yang ekivalen dengan batu gamping di Karangbolong. Batuan pra-tersier tidak tersingkap di daerah Jawa Timur. Bagian tengahnya ditempati oleh jalur volkanik kwarter.

Satuan-satuan fisografi yang dapat dibedakan terdiri dari (selatan ke utara)
a.  Pegunungan Selatan
b.  Jalur Depresi Tengah
c.  Jalur Kendang
d.  Depresi Randublatung
e.  Zona Rembang yang dapat diteruskan ke pulau Madura

Pegunungan Selatan di Jawa Timur berkembang sebagai fasies volkanik dan karbonatan yang berumur Miosen. Di sebelah utara dari jalur volkanik kwarter adalah jalur Kendeng yang terdiri dari endapan Tersier yang agak tebal. Menurut Genevraye dan Samuel (1972), tebalnya lapisan Tersier di sini mencapai beberapa ribu meter. Dekat kota Cepu daerah ini terlipat dan tersesarkan dengan kuat. Di beberapa tempat lapisan-lapisan itu bahkan terpotong-potong  oleh sesar naik dengan sudut kemiringan yang kecil.
Apakah indentasi Jawa Timur merupakan miniatur indentasi Jawa Tengah? Sebagian ya, tetapi sebagian lagi tidak. Beberapa pola indentasi Jawa Tengah dapat diterapkan di sini. Pegunungan Selatan di wilayah ini tenggelam. Depresi Lumajang diapit dua sesar besar di sebelah barat dan timurnya. Dua sesar besar ini telah memutuskan dan mengubah kelurusan jalur gunungapi Kuarter di Jawa Timur. Dua sistem sesar besar pembatas Depresi Lumajang merupakan penyebab terjadinya indentasi dan depresi tersebut.
Apakah sistem sesar besar itu merupakan pasangan sesar besar sinistral (BD-TL) dan dextral (BL-Tenggara) seperti halnya indentasi  Jawa Tengah ? Ini akan memuaskan untuk menjawab munculnya Pulau Nusa Barung di tengah Pegunungan Selatan yang tenggelam, dan tenggelamnya Selat Madura di sebelah utara indentasi Pasuruan-Situbondo. Tetapi, ini sulit untuk menerangkan terjadinya kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan yang utara-selatan di Kompleks Semeru-Tengger di sebelah barat Depresi Lumajang dan kelurusan utara-selatan gunungapi Argopuro-Kukusan di Kompleks Iyang (Yang, Ijang) di sebelah timur Depresi Jawa Timur.
Keberadaan sesar besar utara-selatan sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang adalah penyebab indentasi dan depresi Lumajang. Sesar besar ini dapat menjelaskan kelurusan gunungapi Semeru-Bromo-Penanjakan. Puncak-puncak gunung ini tersebar utara-selatan. Bila kita berdiri di puncak Penanjakan (2775 m) sebelah utara Bromo (2329 m), maka melihat ke utara akan nampak  laut Selat Madura, melihat ke selatan akan nampak gunung Bromo dan Semeru. Kelurusan ini membuat masyarakat Tengger menyucikan ketiga gunung yang dianggapnya  sebagai atap dunia itu. 
Sebenarnya, di bawah ketiga gunung ini terdapat sesar besar yang juga konon bertanggung jawab telah menenggelamkan Pegunungan Selatan Jawa di wilayah ini. Sesar besar ini telah diterobos magma sejak Plistosen atas sampai Holosen menghasilkan gunung-gunung di kawasan Kompleks Tengger. Semacam erupsi linier dalam skala besar telah terjadi dari selatan ke utara di sepanjang sesar ini berganti-ganti selama Plistosen sampai Kuarter.
Dari selatan ke utara ditemukan pusat-pusat erupsi sbb. : Semeru, Jembangan, Kepolo, Ayek-Ayek, Kursi, Bromo, Batok, dan Penanjakan. Yang masih suka meletus sampai kini adalah Semeru dan Bromo. Danau kawah Ranu Kembolo, Ranu Pani, dan Ranu Regulo merupakan maar sisa erupsi gunung Ayek2 yang terletak di antara Kaldera Tengger dan Semeru
Di sebelah barat Depresi Lumajang, yaitu di Kompleks Iyang, terdapat juga sesar besar utara-selatan walaupun tak sepanjang sesar besar di bawah Tengger dan sedikit melengkung menghadap depresi Lumajang. Gunung tua Iyang (Plistosen atas) terbelah mengikuti rekahan utara-selatan. Rekahan ini juga menjadi pusat-pusat erupsi gunung di Kompleks Iyang, yaitu: gunung Malang (2008 m), Kukusan (2200 m) dan Cemorokandang (2223 m). Di tengah sesar rekahan ini kini gunungapi Kuarter Argopuro (3088 m) berlokasi. 
Tentang kejadian kaldera pasir Tengger, van Bemmelen (1937 : The volcano-tectonic structure of the Residency of Malang, De Ingenieur in Ned. Indie, 4,9,IV,p. 159-172) punya teori menarik. Kompleks Tengger telah terobek mengikuti rekahan berbentuk sabit yang melengkung cekung ke utara. Oleh retakan ini sayap utara kompleks Tengger tenggelam dan runtuh ke utara. Runtuhnya atap dapur magma menyebabkan aliran lava basaltik dalam jumlah besar yang menyebar seperti delta di kedua ujung robekan. Peristiwa ini telah menelan bagian atas puncak Tengger, sehingga membentuk kaldera Tengger yang diisi pasir volkanik. Runtuhnya Tengger ini akibat berat materi volkaniknya sendiri yang membebani batuan dasarnya yang berupa sediment marin Tersier yang plastis.  Bagian utara kompleks Tengger runtuh dan lengser ke utara menuju depresi Selat Madura yang sedang tenggelam.
Kompresi ke utara akibat runtuhan ini telah menekan bagian utara pantai Jawa Timur yang kini berupa perbukitan di Grati dan Semongkrong di sekitar Pasuruan. Bukit-bukit ini anomali sebab terjadi di sekitar pantai utara yang ditutupi sediment alluvial pantai.  Model volkano-tektonik runtuhan seperti ini juga dipakai  van Bemmelen untuk  menerangkan kejadian bukit-bukit  Gendol di dekat Menoreh yang berasal dari runtuhan sayap Merapi ke sebelah baratdaya.

2.3 Geologi Pulau Jawa
 Beberapa gejala geologi yang agak berlainan dengan di Sumatra adalah:
1.Produk gunung api muda mempunyai susunan yang lebih basa bila dibandingkan dengan di Sumatra.
2.Gunung api berumur Tersier Akhir kebanyakan terletak atau bertengger di atas endapan     marin berumur Neogen, sedangkan di Sumatra terletak di atas batuanPra-Tersier
3.Batuan dasar di Pulau jawa terdiri dari komplek mélange berumur Kapur-Tersier Awal
4.Di Pulau jawa tidak dijumpai adanya tanda-tanda unsure kerak benua

                  2.3.1 Konsep Dasar Pulau Jawa

Menurut para ahli bumi, batuan dasar (atau dikenal dengan nama Basement) di Pulau Jawa terbentuk antara tahun 70-35 juta tahun sebelum masehi. Batuan ini tersusun oleh batuan malihan (matamorfik), serta batuan beku. Ahli geologi ini sudah lama meneliti Pulau Jawa dan tidak pernah menemukan batuan yg berumur lebih tua dari 50juta tahun lalu.
Jawa Barat usia batuan dasarnya lebih tua dari Jawa Tengah dan Jawa Timur, mengapa ? Karena basement (batuan dasar) di Jawa Timur tebentuk pada tahap-tahap akhir setelah ditubruk lempeng Australia dan numpuk-numpuk membentuk basement di Jawa Timur.
Pada 20 juta tahun sebelum masehi, zona tubrukan lempeng Australia dengan lempeng Asia terkunci dan menyebabkan menunjamnya lempeng Australia dibawah lempeng Asia. Penunjaman ini yg berlangsung hingga sekarang dan menyebabkan munculnya gunung-gunung api disebelah barat Pulau Sumatra dan juga sebelah selatan Pulau Jawa.
Pada waktu itu Jawa Tengah dan Jawa Timur berupa lautan karena kalau dilihat di selatan Pulau Jawa banyak dijumpai gunung gamping. Gamping itu dulunya terumbu karang yang hidup dan adanya di laut. Kalau sekarang contohnya ya Pulau Seribu itu atau kalau yang besar Great Barier di sebelah timut Australia. Dengan logika yang sederhana seperti itulah maka ahli kebumian ini tahu bahwa pegunungan selatan Jawa, termasuk Batugamping di Wonosari itu, dahulunya adalah lautan.
Lima juta tahun yang lalu konfigurasi serta bentuk pulau-pulau di Indonesia sudah mirip dengan yang ada saat ini. Pulau Jawa dan pulau Sumatra sudah “ditumbuhi” gunung-gunung api yg masih aktif hingga saat ini. Termasuk Gunung Merapi yang sangat aktif kemaren itu. Patahan-patahan di sumatra masih saja bergerak, juga saat itu patahan-patahan Jawa mulai terbentuk dan semakin jelas.
Dibawah ini bisa lihat patahan-patahan di Jawa saat ini..!!!


Patahan di Jakarta, juga patahan Opak, Patahan Grindulu, Patahan Cimandiri, dan juga patahan-patahan kecil lainnya. Yang digariskan warna merah adalah patahan hingga ke batuan dasar, sedangkan yang warna hijau adalah patahan yang terlihat dipermukaan saat ini.

2.3.2 Geologi dan Geofisika Banten


Definisi geologi dan geofisika propinsi banten adalah sbb :
  • Di daerah Selat Sunda terdapat ujung dari patahan atau Sesar Sumatra (Semangko) yang merupakan sesar geser aktif sepanjang 1650 km dengan pergerakan lateral antara 20 – 25 km dan percepatan horizontal 6 cm/th.
  • Karakter geologi & geofisika Prop.Banten, sbb :
    • Terdapat beberapa gunung berapi diantaranya G.Anak Krakatau dan G Condong
    • Terdapat mata air panas di sekitar Rawa Danau
    • Terdapat beberapapatahan atau sesar
    • Mempunyai tingkat kegempaan tinggi
  • Jenis batuan yang ada digolongkan dalam batuan undifferentiated volcanis product, pliocene-sedimentary, alluvium, miocene-volcanic facies, pleistocene-sedimentary facies, andesit.
2.3.3 Geologi dan Geofisika Jawa Timur


Penelitian Geofisika dengan metode Gayaberat telah dilakukan di daerah Cekungan Jawa Timur bagian utara yang meliputi wilayah Bojonegoro dan Tuban. Pengukuran data gayaberat sebanyak 270 titik ukur diperoleh pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 pengukuran sebanyak 180 titik. Dari data tersebut telah dibuat peta kontur Bouguer anomali. Dari peta anomali Bouguer ini dapat dikelompokkan tiga kelompok anomali, yaitu :
1.     Kelompok anomali rendah 38 mGal dijumpai di bagian utara daerah penelitian di sekitar daerah Tuban.
2.      Kelompok anomali tinggi dijumpai berarah Timur- barat dan membelok ke arah Baratlaut- tenggara (E-W-NW).
3.      Kelompok anomali sisa diperoleh dengan metoda polinomial dari orde 1 hingga orde 4 yang memperlihatkan adanya konsistensi kelurusan struktur dengan arah Barat-Timur yang melewati Tuban dan diduga merupakan sesar normal yang berkembang menjadi Sesar geser mengiri pada daerah inverted zone yang kemungkinan berhubungan dengan RMKS fault Zone.

Berdasarkan peta anomali sisa dan Bouguer anomali rendah pola kontur yang melingkar dijumpai di daerah Soka hingga Babat dan Senon wilayah Bojonegoro ini diduga cerminan dari batuan sedimen yang cukup tebal dan berdensitas rendah. Anomali sedang dijumpai menyebar di daerah penelitian. Dari daerah montong ke arah baratdaya dijumpai anomali sedang yang berbentuk nose structure yang berada diantara anomali rendah. Dalam kontek aliran fluida, pola anomali Bouguer yang berbentuk demikian kemungkinan dapat merupakan tempat akumulasinya fluida secara konvengen.
Berdasarkan data regional (geologi dan gayaberat) daerah kajian berada dalam anomali Bouguer positif dan pola nose structure tersebut berada di atas F. Tawun-F. Ngrayong yang mempunyai sejarah erosi yang panjang, diduga di bawah daerah ini masih dijumpai satuan batuan Formasi Kujung (Prupuh chalk dan Kranji mudstone).
Daerah penelitian meliputi wilayah Propinsi Jawa Tengah bagian timur dan Jawa Timur. Di Jawa Tengah penelitian lapangan batuan paleogen dan batuandasar Pra-Tersier dilakukan di daerah karangsambung, Nanggulan, dan Bayat (Kabupaten Klaten), sedangkan di Jawa Timur penelitian batuan Paleogen dan batuan dasar Pra-Tersier didasarkan pada data sumur dan data seismik. Daerah Jawa bagian timur dipilih sebagai daerah penelitian karena keunikannnya sebagai tempat terjadinya perubahan zona subduksi Neogen yang berarah timur-barat. Penelitian ini menghasilkan peta geologi dan stratigrafi baru daerah Karangsambung. Stratigrafi baru ini memunculkan tiga satuan batuan baru.

Hasil penemuan penelitian ini, yang diusulkan sebagai :
  • "Formasi Bulukuning" - berumur Eosen Awal,
  • "Komplek Larangan" - berumur Eosen Akhir, dan
  • "Anggota Breksi Mondo Formasi Totogan" - berumur Oligosen.
Ketiga satuan baru ini oleh peneliti terdahulu depetakan sebagai bagian dari Komplek Malange Luk Ulo.
Hadirnya Formasi Bulukuning yang berumur Eosen Awal menunjukkan bahwa pada saat formasi ini diendapkan proses subduksi komplek Malange Luk Ulo sudah tidak aktif dan bagian utaranya berubah menjadi cekungan laut dangkal dimana Formasi Bulukuning diendapkan, sementara di bagian yang lain, di bagian selatan, masih terdapat daerah bekas palung subduksi kapur yang berupa cekungan sempit dan dalam dimana Formasi Karangsambung dan komplek Larangan diendapkan. Kenampakan terdeformasi Komplek Larangan, Formasi Karangsambung, dan Formasi Bulukuning menunjukkan bahwa setelah pengendapan Formasi Karangsambung dan komplek Larangan di daerah Luk Ulo terjadi deformasi kompresional yang cukup signifikan pada Eosen Akhir-Oligosen Awal.
Hasil penelitian menunjukkan himpunan batuan Pra-Tersier Komplek bayat berbeda dengan Komplek Melange Luk Ulo, Karangsambung. Batuan Pra-Tersier Luk Ulo, merupakan Malange tektonik komplek akresi, produk khas subduksi lempeng samudera yang dicirikan oleh percampuran tektonik berbagai ukuran dan jenis blok batuan dalam masadasar lempung dan mengandung komponen oceanic plate stratigraphy (OPS).
Singkapan Komplek Bayat didominasi oleh batuan metamorf derajat rendah-menengah berupa filit dan sekis dengan komposisi kalsit antara 15-60% (calcareous phyllite dan calcareous schist). tidak dijumpainya himpunan batuan OPS dan terdapatnya calcareous phyllite dan calcareous schist menunjukkan batuan asal (protolit). Komplek bayat adalah batuan sedimen yang mengandung karbonat yang berasosiasi dengan batuan sedimen terigen (asal darat) yang berasosiasi dengan lingkungan kontinen.
Provenan batupasir daerah Luk Ulo, Karangsambung umumnya berada di recycled oregen, sub-zona foreland unplift. Sedangkan batupasir Eosen dari ketiga daerah lainnya (Nanggulan, Bayat, dan Cekungan Jawa Timur) menunjukkan kemiripan provenan, yakni di continental block, sub-zona craton interior. Hasil analisis ini, menunjukkan bahwa batuan dasar daerah karangsambung berbeda dibandingkan batuan dasar ketiga daerah tersebut, hasil ini mendukung pendapat bahwa Jawa bagian Timur batuan dasarnya bersifat kontinental dan disebut mikrokontinen Jawa Timur.
Evolusi tektonik daerah penelitian sejak kapur hingga Oligosen (Paleogen Akhir) dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu :
·         Periode pertama, berlangsung pada Kapur akhir sampai Paleosen ketika subduksi Lempeng Samudera Indo-Australia pada zona subduksi Ciletuh-Karangsambung-Meratus berhenti karena tumbukan Mikrokontinen Pasternoster, belum menumbuk dan di depannya masih terdapat sisa morfologi palung di daerah Karangsambung. Periode ini ditandai dengan terjadinya pengangkatan pada Paleosen yang membentuk ketidakselarasan regional antara batuan Pra-Tersier dengan batuan Tersier.
·         Periode kedua, berlangsung pada Eosen adalah periode regangan ditandai oleh pembentukkan cekungan-cekungan Paleogen. Di daerah penelitian cekungan terbentuk di daerah komplek akresi dan di bekas palung yang menghasilkan endapan olistostrom Formasi Karangsambung dan komplek Larangan. Di daerah tepi selatan Mikrokontinen Jawa Timur berkembang Cekungan Nanggulan dan Bayat.
·         Periode ketiga, terjadi pada Oligosen, ketika di daerah Luk Ulo Formasi Karangsambung dan Komplek Larangan terdeformasi akibat tumbukan Mikrokontinen Jawa Timur. Disamping mengakibatkan gejala tumbukan di daerah Luk Ulo, secara regional subduksi ini menghasilkan busur volkanik Oligosen yang membentuk sebagain besar morfologi Pegunungan Selatan jawa.

                  2.3.4 Geologi dan Geofisika Jawa Barat



Jawa Barat merupakan daerah yang lebih sering dan lebih banyak mengalami gangguan longsor jika dibandingkan dengan daerah Jawa yang lain. Gangguan tersebut menjadi terasa sekali akibatnya karena adanya unsur manusia dengan kegiatannya yang terkena oleh gerakan longsor atau longsoran, seperti jiwa manusia, rumah, jalan raya dan jalan kereta api, sawah dan ladang, peternakan, saluran irigasi dan sebagainya. Macam-macam longsoran telah terjadi tetapi kelompok longsoran yang terbanyak adalah lawina bahan rombakan (debris avalanche), luncuran bahan rombakan (debris slide), dan nendat (slump); kemudian menyusul aliran tanah (earth flow), aliran lumpur (mud flow), pengocoran pasir (sand run), dan gelinciran bongkah (block glide).
Dalam lawina bahan rombakan (debris avalanche), peluncuran bahan rombakan (debris slide), aliran tanah (earth flow), dan aliran lumpur (mud flow) terdapat pengaruh yang besar dari tanah pelapukan dan hasil rombakan.rnDaerah longsoran yang dikelompokkan atas dasar kondisi geologi dan proses yang mempengaruhi dapat digolongkan atas :
a.       Daerah longsoran yang terjadi karena adanya perbedaan permeabilitas dan konsistenst batuan penutup dengan batuan dasarnya; umumnya terdapat pada batas antara batuan tuf gunungapi muda dengan batuan sedimen Tersier.
b.      Daerah longsoran pada endapan sedimen Tersier yang kurang konsisten, dan terlipat kuat; umumnya pada jalur Bogor.
c.       Daerah longsoran pada endapan sedimen marin yang terangkat atau terlipat kuat-kuat; umumnya pada jalur Pegunangan Selatan Jawa Barat.
d.      Lain-lain Pengaruh sesar longsoran yang tampak adalah pada breksi milonit, yang dapat dipersamakan sifatnya dengan bahan rombakan sehingga dapat menyebabkan kelabilan tanah.

Pengaruh gempa tektonik dan volkanik terhadap longsoran kurang menunjukkan adanya hubungan yang nyata meskipun hal tersebut sangat masuk akal.
Longsoran dipengaruhi pula oleh factor :
·         Ketajaman sudut lereng
·         Curah hujan
·         Aliran
·         Vegetasi
·         Hasil kegiatan manusia seperti penggalian dan sebagainya yang memperbesar sudut setempat.

Interpretasi kestabilan wilayah terhadap longsor dibuat berdasarkan peta sudut lereng, keadaan geologi, dan intensitas terjadinya gerakan. Wilayah kestabilan dibagi dalam :
1)      Daerah stabil,
2)      Daerah mungkin bergerak, dan
3)      Daerah labil.

No comments:

Post a Comment

loading...