TUGAS
PENGINDRAAN JAUH
Oleh:
HENI
PRATIWI 1213034036
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
JURUSAN
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
1.
Judul
Praktikum
Membuat Peta Tentatif Bentuk Lahan Berdasarkan Citra
Satelit
2.
Tujuan
Tujuan praktikum ini adalah untuk dapat membuat peta tentatif bentuk lahan berdasarkan citra
satelit
3.
Alat
dan Bahan
3.1 Alat
Spidol
OHP,
kertas mika, isolasi, penggaris
3.2 Bahan
Citra
Satelit
4.
Dasar
Teori
Penginderaan
jauh merupakan teknik
yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi.
Informasi itu berbentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau
dipancarkan dari permukaan bumi (Lindgren,
1985).
Menurut
Liliesand dan Kiefer (1990), penginderaan jauh adalah ilmu dan
seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
obyek, daerah atau fenomena yang dikaji. Karena tanpa kontak langsung,
diperlukan media supaya obyek atau gejala tersebut dapat diamati dan ‘didekati’
oleh si penafsir. Media ini berupa citra (image, atau gambar). Citra dapat
diperoleh melalui perekaman fotografis, yaitu pemotretan dengan kamera; dan
dapat pula diperoleh melalui perekaman nono-fotografis, misalnya dengan
pemindai atau penyiam (scanner). Perekaman fotografis menghasilkan
foto udara, sedangkan perekaman lain menghasilkan citra non-foto. Citra foto
udara selalu berupa gambar tercetak yang diproduksi dari master rekaman yang
berupa film. Citra non-foto biasanya terekam secara digital dalam format asli,
dan memerlukan computer untuk interpretasinya.
Interpretasi foto dapat
didefinisikan sebagai: "tindakan memeriksa gambar foto untuk tujuan
mengidentifikasi objek dan menilai signifikansi mereka" (Colwell, 1997).
Pengertian Interpretasi Citra
Menurut Este dan Simonett (1975),
interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara atau citra dengan
maksud untuk megidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut.
Interpretasi ini meliputi :
1. Deteksi
2. Identifikasi
3. Delineasi
4. Analisis
5. Sintesis
6. Klasifikasi
Dari keenam
hal tersebut ada tiga hal penting yang perlu
dilakukan dalam proses interpretasi citra, yaitu deteksi, identifikasi dan analisis. Deteksi citra merupakan
pengamatan tentang adanya suatu objek, misalkan pendeteksian objek di sebuah
daerah dekat perairan. Identifikasi atau pengenalan merupakan upaya mencirikan
objek yang telah dideteksi dengan
menggunkan keterangan yang cukup, misalnya mengidentifikasikan suatu objek berbentuk
kotak sebagai tambak di sekitar
perairan karena objek tersebut dekat dengan laut. Sedangkan analisis merupakan
pengklasifikasian berdasarkan proses induksi dan deduksi, seperti penambahan
informasi bahwa tambak tersebut merupakan tambak udang dan diklasifikasikan
sebagai daerah pertambakan udang.
Interpretasi citra penginderaan jauh dapat dilakukan dengan dua cara yaitu
interpretasi secara manual dan interpretasi secara digital (Purwadhi, 2001). Interpretasi secara manual merupakan interpretasi data penginderaan jauh yang didasarkan pada pengenalan ciri atau karakteristik objek secara keruangan. Karakteristik objek dapat dikenali
berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona atau warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi secara
digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan
pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel
berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam
pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk
mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang mempunyai informasi spektral
yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial
dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan
(spasial) tertentu.
Unsur dasar interpretasi citra
Dalam melakukan kegiatan interpretasi citra, ada beberapa unsur yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan deteksi, identifikasi untuk mengenali
sebuah obyek. Unsur-unsur tersebut jika disusun secara hirarki menurut tingkat
kesulitan interpretasi akan terlihat seperti pada gambar di bawah ini :
Bentuk
Lahan
Struktur geomorfologi
memberikan informasi tentang asal-usul (genesa) dari bentuklahan. Proses
geomorfologi dicerminkan oleh tingkat pentorehan atau pengikisan, sedangkan
relief ditentukan oleh perbedaan titik tertinggi dengan titik terendah dan
kemiringan lereng. Relief atau kesan topografi memberikan informasi tentang
konfigurasi permukaan bentuklahan yang ditentukan oleh keadaan morfometriknya.
Litologi memberikan informasi jenis dan karakteristik batuan serta mineral
penyusunnya, yang akan mempengaruhi pembentukan bentuklahan (Zmit, 2013).
Bentuklahan adalah suatu kenampakan medan yang
terbentuk oleh proses alami yang memiliki komposisi tertentu dan karakteristik
fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuklahan
tersebut terdapat. Berdasarkan klasifikasi yang dikemukaan oleh Van Zuidam
(1969) dan Verstappen maka bentuk muka bumi dapat diklasifikasikan menjadi 8
satuan bentuklahan utama (geomorfologi), yang dapat masing-masing dirinci lagi
berdasarkan skala peta yang digunakan. Adapun satuan bentuk lahan tersebut
adalah sebagai berikut (Zmit, 2013).
Dilihat dari genesisnya (kontrol utama pembentuknya), bentuk
lahan dapat dibedakan menjadi :
• Bentuk asal struktural
• Bentuk asal vulkanik
• Bentuk asal fluvial
• Bentuk asal marine
• Bentuk asal pelarutan karst
• Bentuk asal Aeolen / Glasial
• Bentuk asal denudasional
Bentuk
Lahan Asal Struktural
Bentuk lahan struktural terbentuk karena adanya proses
endogen atau proses tektonik, yang berupa pengangkatan, perlipatan, dan
pensesaran. Gaya (tektonik) ini bersifat konstruktif (membangun), dan pada
awalnya hampir semua bentuk lahan muka bumi ini dibentuk oleh control
struktural.
Pada awalnya struktural antiklin akan memberikan kenampakan
cekung, dan structural horizontal nampak datar. Umumnya, suatu bentuk lahan
structural masih dapat dikenali, jika penyebaran structural geologinya dapat
dicerminkan dari penyebaran reliefnya.
Bentuk
Lahan Asal Vulkanik
Vulkanisme adalah berbagai fenomena
yang berkaitan dengan gerakan magma yang bergerak naik ke permukaan bumi.
Akibat dari proses ini terjadi berbagai bentuk lahan yang secara umum disebut
bentuk lahan vulkanik. Umumnya suatu bentuk lahan vulkanik pada suatu wilayah
kompleks gunung api lebih ditekankan pada aspek yang menyangkut aktivitas
kegunungapian, seperti : kepundan, kerucut semburan, medan-medan lahar, dan
sebagainya. Tetapi ada juga beberapa bentukan yang berada terpisah dari
kompleks gunung api misalnya dikes, slock, dan sebagainya.
Bentuk
Lahan Asal Fluvial
Bentukan asal fluvial berkaitan erat dengan aktifitas sungai
dan air permukaan yang berupa pengikisan, pengangkutan, dan jenis buangan pada
daerah dataran rendah seperi lembah, ledok, dan dataran aluvial.
Proses penimbunan bersifat meratakan pada daerah-daerah
ledok, sehingga umumnya bentuk lahan asal fluvial mempunyai relief yang rata
atau datar. Material penyusun satuan betuk lahan fluvial berupa hasil rombakan
dan daerah perbukitan denudasional disekitarnya, berukuran halus sampai kasar,
yang lazim disebut sebagai alluvial. Karena umumnya reliefnya datar dan
litologi alluvial, maka kenampakan suatu bentuk lahan fluvial lebih ditekankan
pada genesis yang berkaitan dengan kegiatan utama sungai yakni erosi,
pengangkutan, dan penimbunan.
Bentuk Lahan Asal Marine
Aktivitas
marine yang utama adalah abrasi, sedimentasi, pasang-surut, dan pertemuan
terumbu karang. Bentuk lahan yang dihasilkan oleh aktifitas marine berada di
kawasan pesisir yang terhampar sejajar garis pantai. Pengaruh marine dapat
mencapai puluhan kilometer kearah darat, tetapi terkadang hanya beberapa ratus
meter saja.
Sejauh
mana efektifitas proses abrasi, sedimentasi, dan pertumbuhan terumbu pada
pesisir ini, tergantung dari kondisi pesisirnya. Proses lain yang sering
mempengaruhi kawasan pesisir lainnya, misalnya : tektonik masa lalu, berupa
gunung api, perubahan muka air laut (transgresi/regresi) dan litologi penyusun.
Bentuk
Lahan Asal Pelarutan (Karst)
Bentuk lahan karst dihasilkan oleh proses pelarutan pada
batuan yang mudah larut. Menurut Jennings (1971), karst adalah suatu kawasan
yang mempunyai karekteristik relief dan drainase yang khas, yang disebabkan
keterlarutan batuannya yang tinggi. Dengan demikian Karst tidak selalu pada
Batugamping, meskipun hampir semua topografi karst tersusun oleh batu gamping.
Bentuk
Lahan Asal Glasial
Bentukan
ini tidak berkembang di Indonesia yang beriklim tropis ini, kecuali sedikit di
Puncak Gunung Jaya Wijaya, Irian. Bentuk lahan asal glacial dihasilkan oleh
aktifitas es/gletser yang menghasilkan suatu bentang alam.
Bentuk Lahan Asal Aeolean (Angin)
Gerakan
udara atau angin dapat membentuk medan yang khas dan berbeda dari bentukan
proses lainnya. Endapan angin terbentuk oleh pengikisan, pengangkatan, dan
pengendapan material lepas oleh angin. Endapan angin secara umum dibedakan
menjadi gumuk pasir dan endapan debu (LOESS).
Bentuk
Lahan Asal Denudasional
Proses denudasional (penelanjangan)
merupakan kesatuan dari proses pelapukan gerakan tanah erosi dan kemudian
diakhiri proses pengendapan. Semua proses pada batuan baik secara fisik maupun
kimia dan biologi sehingga batuan menjadi desintegrasi dan dekomposisi. Batuan
yang lapuk menjadi soil yang berupa fragmen, kemudian oleh aktifitas erosi soil
dan abrasi, tersangkut ke daerah yang lebih landai menuju lereng yang kemudian
terendapkan. Pada bentuk lahan asal denudasional, maka parameter utamanya
adalah erosi atau tingkat. Derajat erosi ditentukan oleh : jenis batuannya,
vegetasi, dan relief.
Klasifikasi Bentuk Lahan
Bentukan Denudasional (D)
D1 Perbukitan
terkikis
D2 Pegunungan
terkikis
D3 Bukit
sisa
D4 Bukit
terisolasi
D5 Dataran
nyaris
D6 Dataran
nyaris yang terangkat
D7 Lereng
kaki
D8 Pedimen
(Permukaan transportasi)
D9 Pidmony
(Disected D7)
D10 Gawir (Lereng terjal)
D11 Kipas rombakan lereng
D12 Daerah dengan gmb lebih kuat
D13 Lahan rusak
|
Bentukan struktural (S)
S1 Blok
sesar
S2 Gawir
sesar
S3 Pegunungan
antiklinal
S4 Perbukitan
antiklinal
S5 Perbukitan
sinklinal
S6 Pegunungan
sinklinal
S7 Perbukitan
sinklinal
S8 Pegunungan
monoklinal
S9 Perbukitan
monoklinal
S10 Pegunungan dome
S11 Perbukitan Dome
S12 Dataran tinggi
S13 Cuesta
S14 Hogback
S15 Flat iron
S16 Lembah antiklinal
S17 Lembah sinklinal
S18 Lembah subsekwen
S19 Sembul (Horst)
S20 Graben
S21 Perbukitan lipatan kompleks
|
|
Bentukan Volkanik (V)
V1 Kepunden
V2 Kerucut
vulkan
V3 Lereng
atas vulkan
V4 Lereng
tengah vulkan
V5 Lereng
bawah vulkan
V6 Kaki
vulkan
V7 Dataran
kaki vulkan
V8 Dataran
fluvial vulkan
V9 Padang
lava
V10 Padang lahar
V11 Lelehan lava
V12 Aliran lava
V13 Dataran antar vulkan
V14 Dataran tinggi vulkan
V15 Planezes
V16 Padang abu, tuff, atau lapili
V17 Solfatar
V18 Fumarol
V19 Bukit vulkaan terdenidasi
V20 Leher vulkan
V21 Sumbat vulkan
V22 Kerucut parasiter
V23 Boka
V24 Dike
V25 Baranko
|
Bentukan Fluvial (F)
F1 Dataran
aluvium
F2 Dasar
sungai
F3 Danau
F4 Rawa
F5 Rawa
Belakang
F6 Sungai
mati
F7 Dataran
banjir
F8 Tanggul
alam
F9 Ledok
fluvial
F10 Bekas dasar danau
F11 Hamparan celah
F12 Gosong lengkung dalam
F13 Gosong sungai
F14 Teras fluvial
F15 Kipas alluvium aktif
F16 Kipas alluvium tidak aktif
F17 Delta
F18 Igir delta
F19 Ledok delta
F20 Pantai delta
F21 Batuan delta
|
Bentukan Karst (K)
K1 Dataran tinggi
karst
K2 Lereng dan
perbukitan karst terkikis
K3 Kubah karst
K4 Bukit sisa
batu gamping terisolasi
K5 Dataran
alluvial karst
K6 Uvala, dolin
K7 Polje
K8 Lembah kering
K9 Ngarai karst
Spesifikasi penamaan dan warna dasar bentuk lahan
No.
|
Kode
|
Nama Bentuk Lahan Indonesia
|
Bentuk asal Marine (M) warna dasar
Biru
|
||
1.
|
M1
|
Rataan
oleh abrasi gelombang laut
|
2.
|
M2
|
Zona
tebing pantai curam berbatu
|
3.
|
M3
|
Zona
gisisk pantai
|
4.
|
M4
|
Gugusan
beting pantai, gumuk pasir
|
5.
|
M5
|
Ledokan
antar beting gisik
|
6.
|
M6
|
Gumuk
–gumuk pasir aktif
|
7.
|
M7
|
Gumuk
–gumuk pasir tidak aktif
|
8
|
M8
|
Rataan
lumpur pasang –surut tak bervegetasi
|
9.
|
M9
|
Rataan
pasang –surut bervegetasi
|
10.
|
M10
|
Dataran
aluvial pantai terendah untuk tambak
|
11.
|
M11
|
Dataran
aluvial pantai terendah untuk sawah
|
12.
|
M12
|
Teras
marin abrasi/ Teras marin pengangkatan
|
13.
|
M13
|
Teras
–teras marin/ Rataan marin terangkat
|
14.
|
M14
|
Karang
atol
|
15.
|
M15
|
Karang
|
16.
|
M16
|
Rataan
karang
|
17.
|
M17
|
Karang
terangkat
|
18.
|
M18
|
Terumbu
karang dengan rataan pasir koral
|
19.
|
M19
|
Laguna
|
Bentukan asal Fluvial Origin (F)
warna dasar Hijau
|
||
20.
|
F1
|
Dasar
sungai
|
21.
|
F2
|
Danau,
rawa-rawa, rawa belakang, sungai yang ditinggalkan
|
22.
|
F3
|
Dataran
banjir, dataran banjir musiman/rawa belakang bekas alur sungai
|
23.
|
F4
|
Cekung
fluvial/ rawa belakang atau dasar danau tua
|
24.
|
F5
|
Tanggul
fluvial, gugusan aluvial
|
25.
|
F6
|
Teras
aluvial
|
26.
|
F7
|
Kipas
aluvial aktif
|
27.
|
F8
|
Kipas
aluvial tidak aktif
|
28.
|
F9
|
Delta,
tanggul alam dan gugusan delta kecil-kecil
|
29.
|
F10
|
Rawa
belakang delta fluvial
|
30.
|
F11
|
Pantai
delta
|
31.
|
F12
|
Aluvial
aktif
|
32.
|
F13
|
Aluvial
tua (tidak aktif)
|
Bentuk asal denudasional (D) warna
dasar Orange
|
||
33.
|
D1
|
Perbukitan
terkikis dan tererosi ringan
|
34.
|
D2
|
Perbukitan
terkikis dengan erosi sedang –berat
|
35.
|
D3
|
Perbukitan
dan pegunungan terkikis
|
36.
|
D4
|
Bukit
sisa terisolasi
|
37.
|
D5
|
Dataran
|
38.
|
D6
|
Dataran
terangkat/ plato
|
39.
|
D7
|
Kaki
lereng
|
40.
|
D8
|
Pedimen
|
41.
|
D9
|
Zona
singkapan/ lereng terjal
|
42.
|
D10
|
Kipas
aluvial dan rombakan kaki lereng
|
43.
|
D11
|
Daerah
dengan gerakan massa tanah cukup berat
|
44.
|
D12
|
Sisi
lembah curam
|
Spesifikasi penamaan dan warna dasar bentuk lahan
Overlay
Teknik overlay
merupakan pendekatan yang
sering dan baik digunakan dalam perencanaan tata guna
lahan/ landscape. Teknik overlay
ini dibentuk melalui penggunaan secara tumpang tindih (seri) suatu peta yang
masing-masing mewakili faktor penting lingkungan/ lahan. Overlay
merupakan suatu sistem
informasi dalam bentuk grafis
yang dibentuk dari penggabungan berbagai peta
individu (memiliki informasi/database yang spesifik). Melalui penggunaan teknik overlay, berbagai kemungkinan penggunaan
lahan dan kelayakan
teknik dapat ditentukan secara
visual. Skala peta
dapat divariasikan mulai dari
skala besar (untuk
perencanaan regional) sampai skala
kecil untuk identifikasi
yang bersifat spesifik. Overlay juga digunakan pada pemilihan rute untuk proyek
bidang datar (dua dimensi) seperti jalan dan jalur transmisi.
1.
HASIL tidak ditampilkan
2.
PEMBAHASAN
Pada wilayah
pengamatan, berdasarkan genesanya, ben tuk Lahan mayor yang terdapat di lokasi pengamatan mempunyai
bentukan lahan minor diantaranya adalah:
Bentuk Lahan
Struktural
bentuk lahan asal structural tersusun
dari seseri lapisan, baik yang telah terusik oleh suatu tekanan maupun yang
belum terusik. terbentuk karena adanya proses endogen berupa tektonisme atau
diastropisme . proses ini meliputi pengangkatan, penurunan dan pelipatankerak
bumi sehingga terbentuk strujtur geologi lipatan dan patahAn. selain itu
terdapat struktur horizontal yang merupakan struktur asli sebelum mengalami
perubahan. dari struktur pokok tersebut dapat dirinci menjadi berbagai bentuk
berdasarkan sikap lapisan batuan dan kemiringannya.
ciri-ciri
bentuk lahan asal structural
·
dip dan strike batuan resisten-non
resisten jelas
·
horizon kunci jelas
·
adanya sesar, kekar, pecahan,:gawai
sesar, sesar bertingkat
·
adanya materi interusif: dike, kubah
granitic
a.
Perbukitan Struktural
Relief : Perbukitan
Batuan/ Struktur : Berlapis, Cekung,
Cembung, Miring
Proses : Endapan purba, Erosi,
Longsor
Karakteristik
: Perbukitan dgn pola memanjang, igir sejajar, sering terdenudasi
b.
Patahan (Fault)
Relief :
Perbukitan
Batuan/ Struktur : Patahan
Proses : Tektonik
Karakteristik
: Terdapat kelurusan bidang goresan,
jalur mataair, jalur vegetasi
Bentuk Lahan
Volkan
Bentuklahan vulkanik secara sederhana dibagi menjadi
2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif (krater letusan, ash dan cinder cone) dan
bentuk-bentuk effusif (aliran lava/lidah lava, bocca, plateau lava, aliran
lahar dan lainnya) yang membentuk bentangan tertentu dengan distribusi di
sekitar kepundan, lereng bahkan kadang sampai kaki lereng. Struktur vulkanik
yang besar biasanya ditandai oleh erupsi yang eksplosif dan effusif, yang dalam
hal ini terbentuk volkanostrato. Erupsi yang besar mungkin sekali akan merusak
dan membentuk kaldera yang besar. Kekomplekkan terrain vulkanik akan terbentuk
bila proses-proses yang non-vulkanik berinteraksi dengan vulkanisme. Proses
patahan yang aktif akan menghasilkan erupsi linier dan depresi volkano-tektonik.
Satuan bentuklahan vulkanik dapat dikelompokkan lagi menjadi satuan-satuan yang
lebih kecil, dan sebagai contoh penyimbulannya antara lain : satuan kepundan
(VK), satuan kerucut parasiter (VKp), satuan lereng vulkan (VL), satuan
kakilereng gunungapi (VLk) dan satuan dataran fluvial gunungapi (VDk).
Proses erosi vertikal yang kuat pada bagian hulu
akibat aliran lava/lahar dan curah hujan yang tinggi membentuk lembah-lembah
sungai yang curam dan rapat serta dibatasi oleh igir-igir yang runcing dengan
pola mengikuti aliran sungai-sungainya. Proses erosi dan denudasional yang
bekerjasama menyebabkan terbentuknya relief yang kasar dan topografi yang
tinggi dengan kemiringan lereng yang curam pada bagian lereng atas, kemudian
terdapat tekuk lereng (break of slope) yang mencirikan munculnya mataair
membentuk sabuk mataair (spring belt).
Pola aliran sungai terbentuk akibat proses
geomorfologi yang bekerja pada batuan di permukaan, sehingga terbentuk pola
yang relatif annular sentrifugal dengan anak-anak sungai utama relatif sejajar,
kemudian bertemu pada tekuk lereng pertama. Beberapa sungai bertemu kembali
pada tekuk lereng kedua, dan seterusnya. Kerapatan aliran umumnya tinggi pada
lereng atas dan tengah, yang semakin menurun kerapatannya ke arah lereng bawah
dan kaki lereng.
Pola-pola kelurusan yang ada umumnya berupa igir-igir
curam di kanan-kiri sungai, pola kelurusan kontur yang melingkar serta break of
slope yang berasosiasi dengan spring belt. Vegetasi umumnya rapat berupa hutan
lindung di bagian atas, hutan penyangga di tengah dan akhirnya menjadi lahan
budidaya pertanian di bagian kaki lereng sampai dataran fluvialnya. Permukiman
dapat dijumpai mulai pada lereng tengah dengan kerapatan jarang ke arah bawah
yang mempunyai kerapatan semakin padat.
Bentuk Lahan
Dataran Fluvial
a.
Dataran Banjir
Relief : Datar
Batuan/ Struktur : Berlapis, tidak
kompak
Proses : sedimentasi
Karakteristik : relief datar,
terbentuk dari proses fluvial
b.
Tanggul Sungai
Relief : Berombak
Batuan/ Struktur : Berlapis, tidak
kompak
Proses : Sedimentasi, Erosi
Karakteristik : Relief
datar-berombak, pola memanjang sungai
c.
Teras Depositional
Relief : Datar
Batuan/ Struktur : Berlapis, tidak
kompak
Karakteristik
: Relief datar, membentuk teras di sisi sungai karena erosi dan sedimentasi
Bentuk lahan asal proses fluvial adalah
semua bentuklahan yang terjadi akibat adanya proses aliran baik yang berupa
aliran sungai maupun yang tidak terkonsetrasi yang berupa limpasan permukaan.
Akibat adanya aliran air tersebut maka akan terjadi mekanisme proses erosi,
transportasi, dan sedimentasi. Proses erosi yang disebabkan oleh aliran air
diawali dengan adanya proses pelapukan, baik pelapukan fisis, khemis maupun
organis akan terpencarkan oleh tetesan air hujan, selanjutnya akan terangkut
oleh aliran permukaan dan aliran sungai.
Pengangkutan
sedimen dalam bentuk : muatan dasar, muatan suspensi, muatan terlarut, dan
muatan yang mengapung. Pada muatan dasar sedimen berpindah secara bergulling (rolling),
bergeser (shifting), dan melompat (saltation), sedangkan pada
muatan suspensi sedimen bergerak secara melayang-layang pada aliran sungai.
Pada aliran yang relatif cepat, sebagian muatan dasar dapat menjadi muatan
suspensi., sedangkan aliran lambat sebagian muatan suspensi menjadi muatan
dasar. Muatan dasar akan mengalami sedimentasi, jika aliran air sudah tidak
mampu mengangkutnya lagi. Demikian juga muatan suspensi, akan menjadi muatan
dasar jika kecepatan aliran, dan selanjutnya akan mengalami sedimentasi. Muatan
yang mengapung akan terangkut terus hingga tenaga aliran sudah tidak mampu
untuk mengangkutnya lagi. Mekanisme pengangkutan muatan sedimen (muatan dasar,
muatan sedimentasi, dan muatan terlarut).
Aliran
sungai akan mengangkut material dari bagian hulu menuju bagian hilir. Dalam
proses pengangkutan sedimen, kemampuan aliran air dalam mengangkut sedimen (stream
competention) akan berkurang, hal tersebut ditentukan oleh: berkurangnya
debit aliran, kemiringan dasar sungai semakin kecil, terjadi penambahan sedimen
yang terangkut, dan aliran air sungai semakin melebar. Struktur sedimen dapat
dipengaruhi oleh aliran air, kecepatan aliran, banyaknya material sedimen yang
terangkut. Struktur sedimen yang dihasilkan dapat berupa struktur horizontal,
silangsiur, struktur delta. Permukaan sedimen dapat berombak, dengan berbagai
macam bentuk. Secara vertikal sedimen dapat memiliki sebaran butir, gradasi
sangat baik, gradasi baik, gradasi sedang, gradasi buruk, dan tidak bergradasi.
Secara memanjang sungai sebaran sedimen dapat terjadi sortasi, dengan kriteria sortasi
sangat baik, baik, sedang, buruk, dan tidak ada sortasi.
a.
Kubah Kars
Relief : Perbukitan
Batuan/ Struktur : Gamping
Proses : Solusional, erosi
Karakteristik
: Perbukitan berbatuan gamping, sering dipisahkan relief dataran atau berombak
Karst adalah
sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanyadepresi
tertutup ( closed depression
),drainase permukaan,dangua. Daerah ini
dibentuk terutama oleh pelarutanbatuan,kebanyakanbatu gamping.
Karakteristik karst
Ciri-ciri
daerah karst antara lain:
·
Daerahnya berupa
cekungan-cekungan.
·
Terdapat bukit-bukit kecil.
·
Sungai-sungai yang nampak
dipermukaan hilang dan terputus ke dalam tanah.
·
Adanya sungai-sungai di bawah
permukaan tanah
·
Adanya endapan sedimen lempung
berwama merah hasil dari pelapukan batugamping.
·
Permukaan yang terbuka nampak
kasar,
Bentuk Lahan Marine
Bentuk Lahan asal marin merupakan
bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah
pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut
maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan
semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di
daerah pantai.
1. KESIMPULAN
Bentuklahan adalah suatu kenampakan medan yang
terbentuk oleh proses alami yang memiliki komposisi tertentu dan karakteristik
fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentuklahan
tersebut terdapat, Berdasarkan klasifikasi yang dikemukaan oleh Van Zuidam
(1969).
Berdasarkan pada
citra foto satelit tersebut dapat diinterpretasikan bentuk lahan sebagai
berikut:
Bentuk Lahan
Struktural
bentuk lahan
asal structural tersusun dari seseri lapisan, baik yang telah terusik oleh
suatu tekanan maupun yang belum terusik. terbentuk karena adanya proses endogen
berupa tektonisme atau diastropisme .
Bentuk Lahan Vulkanik
Bentuklahan
vulkanik secara sederhana dibagi menjadi 2, yaitu bentuk-bentuk eksplosif
(krater letusan, ash dan cinder cone) dan bentuk-bentuk effusif (aliran
lava/lidah lava, bocca, plateau lava, aliran lahar dan lainnya) yang membentuk
bentangan tertentu dengan distribusi di sekitar kepundan, lereng bahkan kadang
sampai kaki lereng. Struktur vulkanik yang besar biasanya ditandai oleh erupsi
yang eksplosif dan effusif, yang dalam hal ini terbentuk volkanostrato.
Bentuk Lahan Flufial
Bentuklahan asal proses fluvial adalah semua bentuklahan
yang terjadi akibat adanya proses aliran baik yang berupa aliran sungai maupun
yang tidak terkonsetrasi yang berupa limpasan permukaan.
Bentuk Lahan Karst
Karst adalah
sebuah bentuk permukaan bumi yang pada umumnya dicirikan dengan adanyadepresi
tertutup ( closed depression
),drainase permukaan,dangua. Daerah ini
dibentuk terutama oleh pelarutanbatuan,kebanyakanbatu gamping.
Bentuk Lahan asal marin merupakan
bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah
pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut
maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan
semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di
daerah pantai.
Bentuk Lahan asal marin merupakan
bentuk lahan yang terdapat di sepanjang pantai. Proses perkembangan daerah
pantai itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kedalaman laut. Semakin dangkal laut
maka akan semakin mempermudah terjadinya bentang alam daerah pantai, dan
semakin dalam laut maka akan memperlambat proses terjadinya bentang alam di
daerah pantai.
DAFTAR PUSTAKA
http://quiinyta90.blogspot.com/2011/03/geologi-citra-penginderaan-jauh.html
http://annisamuawanah.blogspot.com/2011/10/interpretasi-citra-penginderaan-jauh.html
http://yanti-geoblog.blogspot.com/2012/03/inderaja.html
http://lopecasubrata.blogspot.com/2012/05/pola-aliran-sungai.html
http://dwioktavianingrum.wordpress.com/
No comments:
Post a Comment