Definisi DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan
sebagai suatu hamparan wilayah/ kawasan yang dibatasi oleh pembatas
topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan
unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada
sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A
river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of
connecting streams such that all stream flow originating in the area
discharged through a single outlet”.
Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah daratan
yang menerima, menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkan ke
laut atau danau melalui satu sungai utama. Dengan demikian suatu DAS akan
dipisahkan dari wilayah DAS lain di sekitarnya oleh batas alam (topografi)
berupa punggung bukit atau gunung. Dengan demikian seluruh wilayah daratan
habis berbagi ke dalam uni-unit Daerah Aliran Sungai (DAS) (Asdak, 1995).
Dari beberapa definisi di atas, dapat
dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan
lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di
dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari
material dan energi.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan wilayah yang
paling tepat bagi pembangunan, tempat bertemunya kepentingan nasional dengan
kepentingan setempat. Pembangunan ekonomi yang mengolah kekayaan alam Indonesia
harus senantiasa memperhatikan bahwa pengelolaan sumber daya alam juga
bertujuan untuk memberi manfaat pada masa yang akan datang. Oleh sebab itu,
sumber daya alam terutama hutan, tanah, dan air harus tetap dijaga agar
kemampuannya untuk memperbaiki diri selalu terpelihara.
Perencanaan tata ruang harus mempertimbangkan daerah
hulu dan daerah hilir DAS, terkait peruntukan lahan maka perencanaan peruntukan
lahan haruslah meliputi seluruh DAS. Secara Hidrologis wilayah hulu dan
hilir merupakan satu kesatuan organis yang tidak dapat terpisahkan, keduanya
memiliki keterkaitan dan ketergantungan yang sangat tinggi (Purwanto,1997).
Daerah Aliran Sungai biasanya dibagi menjadi daerah
hulu, tengah, dan daerah hilir. Daerah hulu dicirikan sebagai daerah
konservasi, mempunyai kerapan drainase yang lebih tinggi, merupakan daerah
dengan kemiringan lereng lebih besar (lebih besar dari 15%), bukan merupakan
daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase.
Sementara daerah hilir DAS merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase
lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan kecil sampai sangat kecil
(kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan air).
Ekosistem DAS hulu merupakan bagian yang sama pentingnya dengan daerah hilir
karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap seluruh bagian DAS (Asdak, 1995).
Karakteristik DAS
Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) meliputi
beberapa variable yang dapat diperoleh melalui pengukuran langsung, data
sekunder, peta dan dari data penginderaan jauh (remote sensing). (Seyhan, 1977)
menyatakan bahwa karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) dikelompokkan menjadi
dua kategori, yaitu: (1) Faktor lahan (ground factor), yang meliputi
topografi, tanah, geologi, geomorfologi dan (2) Faktor vegetasi dan
penggunaan lahan.
Luas Daerah Aliran Sungai
Luas suatu DAS atau Sub DAS dapat diukur secara langsung ke lapangan atau secara langsung di peta citra satelit atau peta topografi (TOP)/ peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dengan menggunakan alat ukur luas (planimeter), atau dengan sistem Geographic Information System (GIS). Sebelum melakukan penelitian maka batas DAS harus ditentukan (deliniasi).
Bentuk DAS
Bentuk DAS mempunyai pola aliran dan ketajaman
puncak discharge banjir. Bentuk DAS sulit dinyatakan secara
kuantitatif. Dengan membandingkan konfigurasi basin dapat dibuat suatu indeks
yang berdasarkan pada derajad kekadaran circulaty dari
DAS.
Lereng
Pengukuran lereng di lapangan dapat digunakan abney
level atau Clinometer, sedangkan pengukuran lereng melalui
peta topografi atau peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dapat
menggunakan Slope Meter atau dengan mencari beda tinggi
dengan paralaks meter atau dengan menggunakan rumus Avery
(1975) menggunakan contour length methode.
Ketinggian
Ketinggian suatu tempat dapat diketahui dari peta
topografi, diukur di lapangan atau melalui foto udara jika terdapat salah satu
titik kontrol sebagai titik ikat. Ketinggian rata-rata pada suatu DAS merupakan
faktor penting yang berpengaruh terhadap temperatur dan pola hujan khususnya
pada daerah topografi bergunung.
Jaringan Sungai
Pola aliran atau susunan sungai suatu DAS merupakan
karakteristik fisik setiap drainase basin yang penting karena
pola aliran sungai mempengaruhi efisiensi sistem drainase dan
karakteristik hidrografis, dan pola aliran menentukan bagi pengelola
DAS untuk mengetahui kondisi tanah dan permukaan DAS khususnya tenaga erosi
(Anonim, 1996).
Pola Aliran
Sungai Terpanjang dan Sungai Induk
Panjang sungai terpanjang dan sungai induk DAS
diukur dari outlet ke sumber asal air, yaitu dari mulut DAS (outlet/mouth
of watershed) sampai sumber air. Sedangkan panjang sungai utama diukur dari
mulut DAS sampai ujung sungai utama.
Vegetasi dan Penutupan Lahan
Peran vegetasi mempunyai arti yang sangat penting
dalam proses hidrologi suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu intercepting hujan
yang jatuh dan transpirating air yang terabsorpsi oleh
akarnya.
Tanah dan Batuan
Tipe dan distribusi tanah dalam suatu Daerah Aliran
Sungai adalah penting untuk mengontrol aliran bawah permukaan (sub surface
flow) melalui proses infiltrasi. Variasi dalam tipe tanah
dengan kedalaman dan luas tertentu akan mempengaruhi karakteristik infiltrasi dan
timbunan kelembaban tanah (soil moister storage).
Definisi DAS Berdasarkan Fungsi
Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara
menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai
DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada
fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi
lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat
diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan
menyimpan air (debit), dan curah hujan.
Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi
pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari
kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air
tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai,
waduk, dan danau.
Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi
pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi
kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan
kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait
untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
Keberadaan sektor kehutanan di daerah hulu yang
terkelola dengan baik dan terjaga keberlanjutannya dengan didukung oleh
prasarana dan sarana di bagian tengah akan dapat mempengaruhi fungsi dan
manfaat DAS tersebut di bagian hilir, baik untuk pertanian, kehutanan maupun
untuk kebutuhan air bersih bagi masyarakat secara keseluruhan. Dengan adanya
rentang panjang DAS yang begitu luas, baik secara administrasi maupun tata
ruang, dalam pengelolaan DAS diperlukan adanya koordinasi berbagai pihak terkait
baik lintas sektoral maupun lintas daerah secara baik.
Pengelolaan DAS
Pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu
bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan
sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan
produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari)
dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran
air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun.
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai bersifat
multidisiplin dan lintas sektoral maka dalam pelaksanaan sistem perencanaan
pengelolaan DAS perlu diterapkan azas One River One Plan,
yaitu suatu perencanaan terpadu dengan memperhatikan kejelasan keterkaitan
antar sektor pada tingkat daerah/wilayah dan nasional serta kesinambungan-nya.
Selain itu pelaksanaan pengelolaan DAS umumnya melalui tiga upaya pokok :
Pengelolaan tanah melalui usaha konservasi tanah
dalam arti luas;
Pengelolaan sumber daya air melalui usaha perlindungan
sumber daya air;
Pengelolaan hutan, khususnya hutan
lindung.
Kegiatan pengelolaan DAS juga dihubungkan dengan kelestarian sumber daya air, yaitu:
Kuantitatif: memperbesar suplai ke dalam
tanah sehingga menambah tampungan air tanah dan meningkatkan suplai air
tanah ke alur sungai yang berdampak mengurangi fluktuasi debit
limpasan;
Kualitatif: mengurangi kandungan material tersuspensi aliran
sungai (suspended load). Sebagai akibat bertambah besarnya air hujan
yang masuk ke dalam tanah sehingga pengikisan permukaan berkurang;
Dampak lain dari pengelolaan DAS yang baik adalah
peningkatan produktivitas lahan karena peningkatan resapan air hujan ke dalam
tanah akan menambah kadar lengas tanah (soil moisture) yang
selain akan memperbesar ketersediaan air juga meningkatkan proses disintegrasi dan dekomposisi
regolith dan batuan induk yang berakibat meningkatnya unsur mineral
dan unsur hara tanah yang dibutuhkan dalam proses pertumbuhan tanaman.
Ditinjau dari pengelolaan kondisi fisik DAS terdapat
3 jenis pengelolaan, yaitu:
Secara teknis, yaitu pengelolaan dengan
teknik-teknik konservasi lahan
Secara vegetatif, yaitu dengan penghutanan
kembali lahan
Secara kimiawi, yaitu dengan pemanfaatan
zat-zat kimia untuk meningkatkan kualitas lahan
Menurut Asdak (1999), dalam keterkaitan biofisik
wilayah hulu-hilir suatu DAS, perlu adanya beberapa hal yang menjadi perhatian,
yaitu sebagai berikut :
1) Kelembagaan
yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan lingkungan biofisik dan
sosial ekonomi dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila aktifitas
pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang nyata pada
lingkungan biofisik dan/atau sosial ekonomi di bagian hilir
dari DAS yang sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang
melibatkan bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan
pengelolaan.
2) Eksternalities, adalah dampak (positif/negatif)
suatu aktifitas/program dan atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar
daerah dimana program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak
terinternalisir dalam perencanaan kegiatan. Dapat dikemukakan
bahwa negative externalities dapat mengganggu
tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi : (a) masyarakat di luar
wilayah kegiatan (spatial externalities), (b) masyarakat yang tinggal
pada periode waktu tertentu setelah kegiatan berakhir (temporal
externalities), dan (c) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di
luar lokasi kegiatan (sectoral externalities).
3) Dalam
kerangka konsep “externalities”, maka pengelolaan sumberdaya alam dapat
dikatakan baik apabila keseluruhan biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya
kegiatan pengelolaan tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh
para aktor (organisasi pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang
melaksanakan kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang
akan mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut. Pada penanganan DAS
bagian hulu diarahkan pada kawasan budidaya (pertanian)
Pentingnya posisi DAS sebagai unit pengelolaan yang
utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan pemanfaatan
sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan
adanya degradasi DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul,
tanah/lahan menjadi kritis dan erosi pada lereng-lereng curam. Pada akhirnya
proses degradasi tersebut dapat menimbulkan banjir yang besar
di musim hujan, debit sungai menjadi sangat rendah di musim kemarau, kelembaban
tanah di sekitar hutan menjadi berkurang di musim kemarau sehingga dapat
menimbulkan kebakaran hutan, terjadinya percepatan sedimen pada waduk-waduk dan
jaringan irigasi yang ada, serta penurunan kualitas air.
Pada prinsipnya kebijakan pengelolaan daerah aliran
sungai (DAS) merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi
dan menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan
kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi
dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun
teknis. Beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah serta perkembangan
ekonomi dan sosial, menjadikan tantangan bagi perkembangan daerah. Sehingga
menuntut juga keberagaman spesifik analisa serta solusinya. Keberagaman ini
harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk
memastikan bahwa perlindungan dan penggunaan DAS secara berkelanjutan ada dalam
suatu rangkaian kerangka kerja (framework).
Referensi
Artikel :
Asdak, Chay. 1995.
Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Avery, T.E. 1975.
Primary Wood Poducts. Natural Resources Measurements. Second Edition. New York.
Aucland. Toronto.
Ditjen
RRL. 1996. Pedoman Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai.
Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah Direktorat Jenderal Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan. Jakarta.
Linsley, Ray K. et.all.
1980. Applied Hydrology. New Delhi: Tata McGraw Hill Publication. Co.
Nastain dan Purwanto.
2003. Pengaruh Alih Fungsi Lahan Kawasan Baturraden terhadap Debit Air Sungai
Banjaran. Jurnal Ilmiah Unsoed. Lembaga Penelitian Unsoed. Purwokerto.
No comments:
Post a Comment