2.4. EKONOMI
Semenanjung Malaya dan pastinya Asia Tenggara menjadi pusat
perdagangan di kawasan selama berabad-abad. Berbagai komoditas seperti keramik dan rempah aktif diperdagangkan bahkan sebelum Kesultanan Melaka dan Singapura mengemuka.
Menara Petronas di Kuala Lumpur.
Pertumbuhan cepat ekonomi dan kemakmuran Malaysia dicirikan oleh Menara Petronas, kantor
pusat raksasa minyak nasional.
Pada abad ke-17,
mereka didirikan di beberapa negara bagian. Kemudian, sejak Britania Raya mulai mengambil
alih sebagai administrator Malaya Britania, pohon karet dan kelapa sawit diperkenalkan
untuk tujuan komersial. Di dalam waktu lama, Malaya menjadi penghasil timah,
karet, dan minyak sawit terbesar di dunia. Tiga komoditas ini, beserta bahan
mentah lainnya, mengatur tempo ekonomi Malaysia lebih baik sampai abad ke-20.
Sebagai ganti
kebergantungan pada Suku Melayu sebagai sumber tenaga kerja, Britania membawa
Tionghoa dan orang India untuk bekerja di pertambangan, perkebunan, dan mengisi
kekosongan ahli profesional. Kendati banyak dari mereka kembali ke negara asal
mereka setelah kontrak dipenuhi, beberapa di antaranya menetap di Malaysia.
Ketika Malaya
bergerak ke arah kemerdekaan, pemerintah mulai menerapkan perencanaan ekonomi
lima tahunan, dimulai dengan Rencana Lima Tahun Malaya Pertama pada 1955. Ketika Malaysia didirikan, istilah perencanaan diganti dan
dinomori, dimulai dengan Rencana Malaysia Pertama pada 1965.
Pada 1970-an,
Malaysia mulai meniru ekonomi Empat Macan Asia (Taiwan,
Korea Selatan, Hong Kong, dan Singapura) dan berkomitmen kepada transformasi
dari ekonomi yang bergantung pada pertambangan dan pertanian ke ekonomi
berbasis manufaktur. Dengan investasi Jepang, industri-industri berat mulai
dibuka dan beberapa tahun kemudian, ekspor Malaysia menjadi mesin pertumbuhan
primer negara ini. Malaysia secara konsisten menerima lebih dari 7%
pertumbuhan PDB disertai dengan inflasi yang rendah
pada 1980-an dan 1990-an. Pada dasarnya, pertumbuhan Malaysia bergantung pada
ekspor bahan elektronik seperti chip komputer dan sebagainya. Akibatnya, Malaysia merasakan tekanan
hebat semasa krisis ekonomi pada tahun 1998 dan kemerosotan dalam sektor teknologi informasi pada tahun 2001. KDNK pada tahun 2001 hanya meningkat
sebanyak 0,3% disebabkan pengurangan 11% dalam bilangan ekspor tetapi paket
perangsang fiskal yang besar telah mengurangi dampak tersebut.
Pada periode
yang sama, pemerintah berupaya mengurangi angka kemiskinan dengan Kebijakan
Ekonomi Baru Malaysia (NEP) yang
kontroversial, setelah Peristiwa 13 Mei, kerusuhan
antar-etnis pada 1969. Tujuan utamanya adalah menghilangkan keterkaitan ras
dengan fungsi ekonomi, dan rencana lima tahun pertama mulai menerapkan NEP
sebagai Rencana Malaysia Kedua. Kejayaan atau kegagalan NEP menjadi bahan
perdebatan, kendati secara resmi berakhir pada 1990 dan diganti dengan Kebijakan
Pembangunan Nasional (NDP).
Baru-baru ini banyak debat muncul sekali lagi tentang hasil dan relevansi NEP.
Sebagian pihak berdalih bahwa NEP jelas-jelas berjaya menciptakan pengusaha dan
tenaga profesional Melayu kelas menengah-atas. Kendati beberapa perbaikan di
dalam kekuatan ekonomi Melayu secara umum, pemerintah Malaysia memelihara
kebijakan diskriminasi yang menguntungkan Suku Melayu di atas suku lain -
termasuk pengutamaan penerimaan kerja, pendidikan, beasiswa, perdagangan, akses
mendapatkan rumah murah dan tabungan yang dibantu. Perlakuan khusus ini memicu
kecemburuan dan kebencian di antara non-Melayu dan Melayu.
Penguasaan
Tionghoa terhadap sektor ekonomi negara yang dimiliki pihak lokal telah banyak
diserahkan demi menguntungkan Bumiputra/Melayu di banyak industri
strategis/penting seperti distribusi turunan minyak bumi, transportasi,
pertanian, dan lain-lain. Sebagian besar profesional per kapita masih
didominasi orang India-Malaysia.
Ledakan ekonomi
yang cepat memicu macam-macam masalah pemasokan. Sedikitnya tenaga kerja segera
dipenuhi dengan mengalirnya jutaan pekerja imigran, banyak di antaranya ilegal.
PLC yang kaya akan modal tunai
dan konsorsium bank-bank segera menguntungkan pertambahan dan mencepatnya
pemulaian pembangunan projek-projek infrastruktur besar. Ini berakhir ketika krisis finansial Asia 1997 melanda pada musim gugur 1997, menghantarkan
kejutan besar bagi ekonomi Malaysia.
Seperti
negara lain yang dipengaruhi krisis, terjadi penjualan singkat spekulatif mata
uang Malaysia, ringgit. Penanaman modal asing jatuh pada tingkatan yang berbahaya, karena modal
menguap ke luar negara, nilai ringgit jatuh dari MYR 2,50 per USD ke, MYR 4,80
per USD. Indeks komposit Bursa Malaysia terjungkal dari
hampir 1.300 poin ke kisaran 400 poin dalam hitungan pekan. Setelah penangkapan
kontroversial menteri keuangan Anwar Ibrahim, sebuah Dewan
Aksi Ekonomi Nasional dibentuk untuk mengantisipasi krisis moneter. Bank Negara Malaysia menentukan pengendalian modal dan mematok nilai tukar ringgit Malaysia pada
3,80 terhadap dolar Amerika Serikat. Bagaimanapun, Malaysia menolak paket
bantuan ekonomi dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, tindakan yang mengejutkan
analis asing.
Pada Maret,
2005, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) menerbitkan sebuah makalah tentang
sumber-sumber dan langkah pemulihan Malaysia, ditulis oleh Jomo K.S. dari
departemen ekonomi terapan, Universitas Malaya, Kuala Lumpur. Makalah itu
menyimpulkan bahwa kontrol yang ditentukan pemerintah Malaysia tidaklah
memperparah tidak pula membantu pemulihan. Faktor terbesar adalah menaiknya
jumlah ekspor komponen elektronik, yang disebabkan oleh menaiknya permintaan
komponen di Amerika Serikat, yang disebabkan oleh kekhawatiran dampak
kedatangan tahun 2000 (Y2K) pada komputer dan perangkat digital lain yang lebih
tua.
Tetapi,
pasca-memudarnya Y2K pada 2001 tidak memengaruhi Malaysia seperti banyak negara
lain. Ini menjadi bukti yang lebih jelas bahwa ada sebab-sebab dan
dampak-dampak lain yang mungkin lebih bersesuaian untuk pemulihan. Satu
kemungkinan adalah bahwa para spekulan mata uang mengalami kebangkrutan
keuangan setelah jatuh di dalam aksi serang mereka terhadap dolar Hong Kong pada Agustus
1998 dan setelah rubel Rusia tumbang. (Lihat George Soros)
Tanpa
memperhatikan sebab dan akibat klaim, peremajaan ekonomi juga bergulir dengan
defisit anggaran dan belanja pemerintah besar-besaran pada tahun-tahun setelah
krisis. Kemudian, Malaysia menikmati pemulihan ekonomi lebih cepat dibandingkan
dengan jiran-jirannya. Bagaimanapun, di banyak cara negara ini belum mengalami
kepulihan pada tingkatan pra-krisis.
Sementara
langkah pembangunan kini tidak secepat dulu, tetapi terasa lebih stabil.
Kendati kontrol dan penjagaan ekonomi bukan menjadi alasan utama pemulihan,
tidak ada keraguan bahwa sektor perbankan menjadi lebih kenyal terhadap
serangan luar negara. Akun saat ini berada di surplus struktural, memberikan
bantalan bagi pengambangan modal. Harga-harga aset kini, fraksi dari ketinggian
pra-krisis mereka.
Malaysia
mempunyai sejumlah elemen makroekonomi yang stabil (di mana tingkat inflasi dan tingkat pengangguran tetap di bawah
3%), simpanan pertukaran uang asing yang sehat, dan utang luar negeri yang
rendah. Ini memungkinkan Malaysia untuk tidak mengalami krisis yang sama
seperti Krisis finansial Asia pada tahun 1997. Walau bagaimanapun, prospek jangka
panjang kelihatan kurang baik disebabkan kurangnya perubahan dalam sektor badan hukum terutama sektor yang berurusan dengan utang korporat
yang tinggi dan kompetitif.
Nilai tukar
yang dipatok dibuka kembali pada Juli 2005 untuk nilai tukar
mengambang yang terawasi setelah satu
jam pemberlakuan yang sama oleh Cina. Pada pekan yang sama, ringgit menguat
satu persen dibandingkan mata uang utama lainnya dan diharapkan akan mengalami
apresiasi lebih jauh. Tetapi pada Desember 2005, harapan apresiasi lebih jauh
menjadi bisu karena aliran modal melampaui USD 10 miliar.
Pada
September 2005, Howard J. Davies, direktur London School of Economics, di dalam sebuah pertemuan di Kuala Lumpur, memperingatkan
para pejabat Malaysia bahwa jika mereka ingin pasar modal fleksibel kembali,
mereka harus mencabut larangan penjualan singkat. Pada Maret 2006, Malaysia
mencabut larangan penjualan singkat. Kini, Malaysia dipandang sebagai negara industri baru
2.4. DEMOGRAFI
Penduduk
Malaysia terdiri dari berbagai kelompok suku, dengan Suku Melayu sejumlah 50,4%
menjadi ras terbesar dan bumiputra/suku asli (aborigin) di Sabah dan Sarawak sejumlah 11% [71] keseluruhan
penduduk. Menurut definisi konstitusi Malaysia, orang Melayu adalah Muslim, menggunakan Bahasa Melayu, yang
menjalankan adat dan budaya Melayu. Oleh karena itu, secara teknis, seorang
Muslim dari ras manapun yang menjalankan kebiasaan dan budaya Melayu dapat
dipandang sebagai Melayu dan memiliki hak yang sama ketika berhadapan dengan
hak-hak istimewa Melayu seperti yang dinyatakan di dalam konstitusi. Melebihi
separo bagian dari keseluruhan penduduk, bumiputra non-melayu menjadi kelompok
dominan di negara bagian Sarawak (30%-nya adalah Iban), dan mendekati 60% penduduk Sabah (18%-nya adalah Kadazan-Dusun, dan 17%nya
adalah Bajaus).[71] Bumiputra
non-Melayu itu terbagi atas puluhan kumpulan ras tetapi memiliki budaya umum
yang sama. Hingga abad ke-20, kebanyakan dari mereka mengamalkan kepercayaan
tradisional tetapi kini telah banyak yang sudah memeluk Kristen atau Islam. Masuknya ras lain sedikit banyak mengurangi
persentase penduduk pribumi di kedua negara bagian itu. Juga terdapat kelompok aborigin dengan jumlah
sedikit di Semenanjung, mereka biasa disebut Orang Asli.
23,7%
penduduk adalah Tionghoa-Malaysia, sedangkan India-Malaysia sebanyak 7,1% penduduk.[71] Sebagian besar
komunitas India adalah Tamil (85%), tetapi
berbagai kelompok lainnya juga ada, termasuk Malayalam, Punjab, dan Gujarat. Sebagian lagi
penduduk Malaysia berdarah campuran Timur Tengah, Thailand, dan Indonesia. Keturunan Eropa dan Eurasia termasuk
Britania yang menetap di Malaysia sejak zaman kolonial, dan komunitas Kristang yang kuat di Melaka. Sejumlah kecil orang Khmer dan Vietnam menetap di
Malaysia sebagai pengungsi Perang Vietnam.
Sebaran
penduduk sangat tidak merata, dengan lebih dari 17 juta penduduk menetap di Malaysia Barat, sedangkan
tidak lebih dari 7 juta menetap di Malaysia Timur. Karena
tumbuhnya industri padat tenaga kerja, Malaysia memiliki 10% sampai 20% pekerja
imigran dengan besarnya ketidakpastian jumlah pekerja ilegal, terutama asal Indonesia. Terdapat
sejuta pekerja imigran yang legal dan mungkin orang asing ilegal lainnya.
Negara bagian Sabah sendiri memiliki hampir 25% dari 2,7 juta penduduknya
terdaftar sebagai pekerja imigran ilegal menurut sensus terakhir. Tetapi,
gambaran 25% ini diduga kurang dari setengah gambaran yang diperkirakan oleh
lembaga-lembaga swadaya masyarakat.[72]
Sebagai
tambahan, menurut World Refugee Survey 2008, yang diterbitkan oleh
Komisi Pengungsi dan Imigran Amerika Serikat, Malaysia menampung pengungsi dan
pencari suaka mendekati angka 155.700. Dari jumlah ini, hampir 70.500 pengungsi
dan pencari suaka berasal dari Filipina, 69.700 dari Myanmar, dan 21.800
dari Indonesia.[73] Komisi
Pengungsi dan Imigran Amerika Serikat menamai Malaysia sebagai salah satu dari
sepuluh tempat terburuk bagi pengungsi karena adanya praktik diskriminasi
negara kepada pengungsi. Petugas Malaysia dilaporkan memulangkan pendatang
secara langsung kepada penyelundup manusia pada 2007, dan Malaysia menugaskan
RELA, milisi sukarelawan, untuk menegakkan undang-undang imigrasi negara itu.
Agama
Malaysia adalah masyarakat
multi-agama dan Islam
adalah agama resminya. Menurut gambaran Sensus Penduduk dan Perumahan 2000,
hampir 60,4 persen penduduk memeluk agama Islam; 19,2 persen Buddha; 9,1 persen Kristen; 6,3
persen Hindu; dan
2,6 persen Agama Tionghoa tradisional.
Sisanya dianggap memeluk agama lain, misalnya Animisme, Agama rakyat, Sikh, dan keyakinan
lain; sedangkan 1,1% dilaporkan tidak beragama atau tidak memberikan informasi.
Semua orang
Melayu dipandang Muslim (100%) seperti yang didefinisi pada Pasal 160
Konstitusi Malaysia. Statistik tambahan dari Sensus 2000 yang menunjukkan
bahwa Tionghoa-Malaysia sebagian besar memeluk agama
Buddha (75,9%), dengan sejumlah signifikan mengikuti ajaran Tao (10,6%) dan Kristen
(9,6%). Sebagian besar orang India-Malaysia mengikuti
Hindu (84,5%), dengan sejumlah kecil mengikuti Kristen (7,7%) dan Muslim
(3,8%). Kristen adalah agama dominan bagi komunitas non-Melayu bumiputra
(50,1%) dengan tambahan 36,3% diketahui sebagai Muslim dan 7,3% digolongkan
secara resmi sebagai pengikut agama rakyat.
Konstitusi Malaysia secara
teoretik menjamin kebebasan beragama. Tambahan lagi, semua
non-Muslim yang menikahi Muslim harus meninggalkan agama mereka dan beralih kepada
Islam. Sementara, kaum non-Muslim mengalami berbagai batasan di dalam
kegiatan-kegiatan keagamaan mereka, seperti pembangunan sarana ibadah dan
perayaan upacara keagamaan di beberapa negara bagian. Muslim dituntut mengikuti
keputusan-keputusan Mahkamah Syariah ketika mereka berkenaan dengan agama mereka.
Jurisdiksi Mahkamah Syariah dibatasi hanya bagi Muslim menyangkut Keyakinan dan
Kewajiban sebagai Muslim, termasuk di antaranya pernikahan, warisan, kemurtadan, dan
hubungan internal sesama umat. Tidak ada pelanggaran perdata atau pidana berada
di bawah jurisdiksi Mahkamah Syariah, yang memiliki hierarki yang sama dengan Pengadilan Sipil Malaysia. Meskipun menjadi
pengadilan tertinggi di negara itu, Pengadilan-Pengadilan Sipil (termasuk Pengadilan
Persekutuan, pengadilan tertinggi di Malaysia) pada prinsipnya tidak dapat
memberikan putusan lebih tinggi daripada yang dibuat oleh Mahkamah Syariah; dan
biasanya mereka segan untuk memimpin kasus-kasus yang melibatkan Islam di dalam
wilayah atau pertanyaan atau tantangan terhadap autoritas Mahkamah Syariah. Hal
ini menyebabkan masalah-masalah yang cukup mengemuka, khususnya yang melibatkan
kasus-kasus perdata di antara Muslim dan non-Muslim, di mana pengadilan sipil
telah memerintahkan non-Muslim untuk mencari pertolongan dari Mahkamah Syariah.
Awal tahun 2010 dalam putusan Pengadilan
Tinggi yang memutuskan mengizinkan surat kabarKatolikthe
Herald untuk menggunakan kata Allah untuk Tuhan telah memicu
dibakarnya lebih dari 4 bangunan gereja dan beberapa lainnya dirusak massa di Kuala
Lumpur ibu kota Malaysia.
2.4.1. Pendidikan
Pendidikan di Malaysia dipantau
oleh Kementerian Pendidikan Pemerintah Persekutuan. Sebagian besar anak-anak
Malaysia mulai bersekolah pada usia tiga sampai enam tahun, di Taman
Kanak-Kanak. Sebagian besar taman kanak-kanak dijalankan pihak
swasta, tetapi ada sedikit taman kanak-kanak yang dijalankan pemerintah.
Anak-anak mulai bersekolah dasar
pada usia tujuh tahun selama enam tahun ke muka. Terdapat dua jenis utama
sekolah dasar yang dijalankan atau berbantuan pemerintah. Sekolah berbahasa
asli (Sekolah Jenis Kebangsaan) menggunakan bahasa
Tionghoa atau bahasa Tamil sebagai bahasa pengantar. Sebelum
melanjutkan ke tahap pendidikan sekunder, siswa-siswi di kelas 6 dipersyaratkan
untuk mengikuti Ujian Prestasi Sekolah Dasar (Ujian Pencapaian Sekolah Rendah,
UPSR). Sebuah program yang disebut Penilaian Tahap Satu, PTS digunakan
untuk mengukur kemampuan siswa-siswi yang cerdas, dan memungkinkan mereka naik
dari kelas 3 ke kelas 5, meloncati kelas 4.[84]
Tetapi, program ini dihapus pada 2001.
Pendidikan tahap dua di Malaysia
dilaksanakan di dalam Sekolah Menengah Kebangsaan (setara SMP+SMA di Indonesia) selama lima tahun.
Sekolah Menengah Kebangsaan menggunakan bahasa Malaysia sebagai bahasa
pengantar. Khusus mata pelajaran Matematika dan Sains juga bahasa non-Melayu,
ini berlaku mulai tahun 2003, dan sebelum itu semua pelajaran non-bahasa
diajarkan di dalam bahasa Malaysia. Di akhir Form Three, yaitu kelas
tiga, siswa-siswi diuji di dalam Penilaian
Menengah Rendah, PMR. Di kelas lima pendidikan tahap dua (Form
Five), siswa-siswi mengikuti ujian Ijazah Pendidikan Malaysia (Sijil Pelajaran Malaysia, SPM), yang
setara dengan bekas British Ordinary pada tahapan 'O'. Sekolah tertua di
Malaysia adalah Penang Free School, juga
sekolah tertua di Asia Tenggara.
Pendidikan tahap dua nasional
Malaysia dibagi ke dalam beberapa jenis, yaitu National Secondary School
(Sekolah
Menengah Kebangsaan), Religious Secondary School (Sekolah Menengah Agama),
National-Type Secondary School (Sekolah
Menengah Jenis Kebangsaan) yang juga disebut Mission School (Sekolah Dakwah), Technical
School (Sekolah Menengah Teknik), Sekolah
Berasrama Penuh, dan MARA Junior Science College (Maktab Rendah
Sains MARA).
Juga terdapat 60 Chinese
Independent High School di Malaysia, yang sebagian besar di
antaranya berbahasa pengantar bahasa
Tionghoa. Chinese Independent High School dipantau dan
distandardisasi oleh United Chinese School Committees' Association of
Malaysia (UCSCAM, lebih lazim disebut di dalam bahasa Tionghoa, Dong Zong 董总),
tetapi, tidak seperti sekolah pemerintah, tiap-tiap sekolah independen bebas
menentukan keputusan. Belajar di sekolah independen memerlukan waktu 6 tahun
untuk tamat, terbagi ke dalam Tahap Junior (3 tahun) dan Tahap Senior (3
tahun). Siswa-siswi akan mengikuti uji standardisasi yang diadakan oleh UCSCAM,
yang dikenal sebagai Unified Examination Certificate (UEC) (Ijazah
Pengujian Bersama) di Menengah Junior 3 (setara Penilaian Menengah Rendah) dan
Menengah Senior 3 (setara tahap A). Sejumlah sekolah independen mengadakan
kelas-kelas berbahasa Malaysia dan berbahasa Inggris selain berbahasa Tionghoa,
memungkinkan siswa-siswi mengikuti Penilaian Menengah Rendah dan Sijil
Pelajaran Malaysia juga.
Sebelum perkenalan sistem matrikulasi, siswa-siswi
yang hendak memasuki universitas publik harus menyelesaikan 18 bulan tambahan
sekolah sekunder di Form Six (kelas 6) dan mengikuti Sijil Tinggi
Persekolahan Malaysia, STPM; yang setara British Advanced
atau tahap 'A'. Karena perkenalan program matrikulasi sebagai alternatif bagi
STPM pada 1999, siswa-siswi yang menamatkan program 12 bulan di perkuliahan
matrikulasi (kolej matrikulasi di dalam bahasa Malaysia) dapat mendaftar di
universitas lokal. Tetapi, di dalam sistem matrikulasi, hanya 10% dari bangku
yang tersedia bagi siswa-siswi non-Bumiputra dan sisanya untuk siswa-siswi
Bumiputra.
Terdapat universitas publik
seperti Universitas Malaya, Universitas Sains Malaysia, Universitas Putra MalaysiaUniversitas Teknologi Malaysia,
Universitas Teknologi Mara, dan Universitas Kebangsaan Malaysia.
Universitas swasta juga mendapatkan reputasi yang cukup untuk pendidikan
bermutu internasional dan banyak siswa-siswi dari seluruh dunia berminat
memasuki universitas-universitas itu. Misalnya Multimedia University, Universitas Teknologi Petronas,
dan lain-lain. Sebagai tambahan, empat universitas bereputasi internasional
telah membuka kampus cabangnya di Malaysia sejak 1998. Sebuah kampus cabang
dapat dilihat sebagai ‘kampus lepas pantai’ dari universitas asing, yang
memberikan kuliah dan penghargaan yang sama seperti kampus utamanya.
Siswa-siswi lokal maupun internasional dapat meraih kualifikasi asing identik
ini di Malaysia dengan biaya rendah. Kampus cabang universitas asing di
Malaysia adalah: Monash
University Malaysia Campus, Curtin
University of Technology Sarawak Campus, Swinburne
University of Technology Sarawak Campus, dan University of
Nottingham Malaysia Campus.
Siswa-siswi juga memiliki opsi
untuk mendaftar di lembaga tersier swasta setelah menamatkan pendidikan
sekunder. Sebagian besar lembaga memiliki pranala
pendidikan dengan universitas-universitas seberang lautan semisal di Amerika
Serikat, Britania Raya, dan Australia,
memungkinkan mahasiswa menghabiskan periode perkuliahannya dengan mendapatkan
kualifikasi seberang lautan. Satu contoh adalah SEGi College yang
bermitra dengan University of
Abertay Dundee. Mahasiswa Malaysia belajar di luar negara seperti di
Indonesia, Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru,
Kanada,
Singapura,
Jepang dan negara-negara di Timur-Tengah seperti Yordania
dan Mesir.
Ada juga mahasiswa Malaysia di beberapa universitas di Korea Selatan,
Jerman,
Perancis,
Republik Rakyat Tiongkok, Irlandia,
India,
Rusia,
Polandia,
dan Republik Ceko.
Sebagai tambahan untuk Kurikulum
Nasional Malaysia, Malaysia memiliki sekolah internasional. Sekolah
internasional memberi para siswa kesempatan untuk mempelajari kurikulum dari
negara lain. Sekolah-sekolah ini utamanya dibuka karena bertambahnya penduduk
ekspatriat di negara ini. Sekolat internasional termasuk: Sekolah Indonesia
(kurikulum Indonesia), Australian
International School, Malaysia (kurikulum Australia), Alice Smith School
(kurikulum Britania), elc
International school (kurikulum Britania), Garden
International School (kurikulum Britania), Lodge International
School (kurikulum Britania), International
School of Kuala Lumpur (kurikulum Amerika dan Sarjana Muda
Internasional), Japanese School of Kuala Lumpur (Kurikulum Jepang), The
Chinese Taipei School, Kuala Lumpur and The Chinese Taipei School, Penang
(Kurikulum Cina-Taipei), International School of Penang (Kurikulum
Britania dan Sarjana Muda Internasional), Lycée Français de Kuala
Lumpur (Kurikulum Perancis), dan lain-lain.
2.4.2.
Kesehatan
Masyarakat Malaysia menempati tingkat
kepentingan pada perluasan dan pengembangan kesehatan, 5% anggaran
pembangunan sektor sosial pemerintah adalah untuk kesehatan masyarakat—penaikan
lebih dari 47% dari periode sebelumnya. Ini berarti semua kenaikan lebih dari 2
miliar ringgit Malaysia (lebih dari 6,5 triliun rupiah). Dengan menaiknya
harapan hidup dan bertambahnya penduduk, pemerintah berkehendak untuk
memperbaiki banyak sektor, termasuk perbaikan rumah sakit yang ada, membangun
dan melengkapi rumah sakit baru, pertambahan jumlah klinik umum, dan perbaikan
pelatihan dan perluasan pelayanan jarak jauh (telehealth).
Bertahun-tahun lalu pemerintah telah memperkuat usaha untuk memutakhirkan
sistem dan menggaet lebih banyak investor asing.
Sistem kesehatan Malaysia
memerlukan para dokter untuk melaksanakan tugas tiga tahun pelayanan di rumah sakit umum untuk
meyakinkan sumber daya manusia rumah-rumah sakit itu tetap terjaga. Baru-baru
ini dokter-dokter asing juga ditugaskan untuk bekerja di sini. Tetapi masih
juga sejumlah kekurangan tenaga medis, khususnya yang berpengalaman spesialis, hasilnya
pelayanan dan perawatan kesehatan tertentu hanya ada di kota-kota besar.
Upaya-upaya terbaru untuk menghadirkan banyak fasilitas ke kota-kota lain
dihambat oleh kurangnya ahli untuk menjalankan peralatan yang tersedia dari
para investor.
Sebagian besar rumah sakit
swasta berada di perkotaan, dan tidak seperti banyak rumah sakit umum,
diperlengkapi dengan fasilitas diagnosis dan visualisasi terbaru. RUmah sakit
swasta umumnya tidak dilihat sebagai investasi ideal—sedikitnya perlu waktu
sepuluh tahun sebelum investor meraih untung. Namun, situasi itu kini berubah
dan perusahaan kini melihat wilayah ini lagi, terkhusus memperhatikan kenaikan
minat orang asing yang datang ke Malaysia untuk tujuan perawatan kesehatan dan
fokus pemerintah terbatu untuk membangun industri pariwisata kesehatan.
No comments:
Post a Comment